Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Kompas.com - 02/11/2009, 09:57 WIB

“Kamu jangan salah paham ya Dini, saya punya sepupu perempuan yang menikah dengan orang Aljazair. Sepupu saya itu menjadi mualaf bahkan berjilbab. Tapi, saya lihat ia begitu bahagia. Apalagi, kata sepupu saya itu, suaminya tak pernah memukulnya.”

Kata “memukul” yang ia ucapkan menarik perhatian saya. Saya tanya, kenapa mesti memukul? “Lho, bukankah dalam Islam adalah hak seorang suami untuk memukul istrinya ketika si istri melakukan kesalahan atau membangkang suaminya?” jawab mereka.

Astagfirullah! Sedih sekali hati saya mendengar jawabannya.

Tidak ada kekerasan

Saya jelaskan pada mereka bahwa sesungguhnya tidak ada kekerasan dalam Islam. Seseorang bisa dikatakan muslim ketika  tangan dan mulutnya tidak membawa ancaman bagi sekelilingnya. Jadi, tidak benar bila berperilaku kasar dibenarkan dalam Islam, justru Islam sangat menjunjung tinggi wanita.

Ibu, kakak dan masih banyak saudara wanita saya yang berjilbab. Namun, hidup mereka sama sekali tidak terkungkung. Ibu saya seorang pengusaha, kakak saya seorang dokter. Bahkan, saya tambahkan, istri Nabi yang pertama pun juga seorang pengusaha. Dalam ajaran Islam, sampai tiga kali Nabi Muhammad SAW menyatakan urutan orang yang harus dihormati yaitu ibu, ibu, dan ibu.

Selama berjam-jam kami berdiskusi tentang masalah ini. Saya minta pada mereka untuk tidak menyamakan antara agama dengan kebiasaan yang dianut oleh suatu bangsa karena semata-mata mayoritas agama di negara itu adalah Islam.

Banyak sekali yang mereka tidak tahu mengenai agama yang  saya peluk ini. Sama seperti pandangan saya yang salah terhadap ketakutan mereka terhadap Islam. Semua hanya karena selama ini kami melihat dari luar saja tanpa mengenal lebih dalam.

Manusia bila sudah mengenal apalagi jika dikenalkan secara lembut kemungkinan hasilnya pun baik. Buktinya, seperti yang pernah saya tulis, teman-teman Perancis kami selalu semangat ikut buka puasa bersama kami, walaupun karena kepengin sama makanannya.

Keluarga suami pun selalu menghindari menghidangkan makanan yang dilarang Islam. Setiap lebaran, mertua saya tak pernah lupa memberikan pakaian baru layaknya tradisi di Indonesia. Begitu pula saat natal kami selalu turut serta demi menghormati kebudayaan mereka.

Mereka, orang-orang Perancis yang kami kenal, begitu menghargai kami sebagai muslim. Bahkan, ketika anak kedua kami, Bazile, lahir, acara aqiqah dilangsungkan di kediaman orang tua Kang Dadang, berlangsung secara Islam, dipimpin oleh orang tua saya, dan diramaikan oleh kedua bangsa: Perancis dan Indonesia.

Keluarga dan teman Perancis tak canggung sedikipun ketika melantunkan shalawat saat rambut anak kami digunting, bahkan mereka meminta kata-kata shalawat itu dicetak agar mereka bisa ikut bersenandung bersama kami. Mereka melakukan untuk menyemarakkan suasana.

Saya hanya berpikir, dulu saya pun banyak salah pandang mengenai orang Barat. Mungkinkah mereka juga sering merasa ketakutan karena tak mengenal baik. Tak kenal maka tak sayang. Setelah kenal hati menjadi lapang. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com