Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babeh Mengaku Pembunuh Berantai

Kompas.com - 13/01/2010, 07:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Babeh alias B (48), tersangka kasus mutilasi Ardiansyah (9), mengaku dirinya adalah pembunuh berantai. Korban lain yang dibunuhnya adalah Adi (12) dan Arif (6), dua anak jalanan.

Menurut pengacara tersangka, Rangga B Rikuser, dari Kantor Pengacara Haposan Hutagalung, kemarin kliennya mengaku saat di berita acara pemeriksaan lanjutan, Senin (11/1/2010) pukul 21.00 sampai pukul 24.00 di Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Kepada polisi, B mengungkapkan, setelah dibunuh dan disodomi, mayat Adi dipotong menjadi dua dan dibuang di Pasar Klender, Jakarta Timur. Peristiwa itu terjadi tahun 2007.

Setahun berikutnya, B membunuh Arif. Potongan kepala korban dibuang di Jembatan Warung Jengkol, Pondok Terate, Pulogadung, Jakarta Timur, sedangkan potongan tubuhnya dibuang di sekitar Terminal Pulogadung. B mengakui, umumnya para korban disodomi dan dimutilasi. ”Hanya Arif yang tidak disodomi karena B merasa iba,” ujar Rangga.

Ia menjelaskan, kliennya mencapai kenikmatan seksual saat menjerat leher dan memutilasi korbannya. Meski demikian, B tak bisa menjelaskan, mengapa hal itu terjadi. ”Ia hanya mengatakan tak bisa mengendalikan perasaan senang yang meluap-luap saat menjerat dan memotong korbannya,” ujar Rangga.

Menurut Rangga, B juga korban sodomi saat berusia 12 tahun. Peristiwa pertama berlangsung saat tersangka datang dari Magelang ke Jakarta. ”Dia tinggal sebagai tunawisma di Lapangan Banteng,” ucap Rangga.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Boy Rafli Aman mengatakan, polisi telah mengumpulkan barang bukti, antara lain senjata tajam, tatakan kayu, dan DNA ketiga korban.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan, pelaku kejahatan terhadap anak jalanan harus dihukum berat. Dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hukuman pelaku bisa di atas 15 tahun penjara.

”Kalau hukumannya ringan, masyarakat melihat kejahatan kepada anak kecil, termasuk anak jalanan, adalah sesuatu yang bisa dimaklumi. Penegak hukum harus tegas dan keras soal ini,” kata Arist, Selasa.

Ketua Program Studi Doktoral Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk menyatakan, selain harus mengubah program pengentasan kemiskinan agar lebih menyentuh akar masalah yang juga merupakan penyebab utama banyaknya anak telantar, diperlukan juga perubahan pola rehabilitasi yang meliputi penanganan anak-anak yang masih berada di jalanan maupun di panti sosial.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com