Kupang, Kompas -
Beberapa penggarap garam rakyat di Oebelo, sekitar 20 kilometer sebelah timur Kupang, mengatakan hal itu, Selasa (30/3) siang. ”Kami tidak tahu kenapa setelah diproses menjadi garam beryodium menjadi kurang laku. Di pasar rakyat di pedalaman pun masyarakat umumnya tidak mau membeli garam beryodium,” tutur Martha Feo (35), petani garam rakyat di Oebelo.
Keterangan Martha dibenarkan petani garam lainnya, Simson Sole (32). ”Banyak calon pembeli batal membeli garam setelah tahu garamnya beryodium,” kata ayah tiga anak itu.
Pengolahan garam menjadi garam beryodium di Oebelo terjadi berkat dukungan dan bantuan dari Unicef bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kupang. Bantuan cuma-cuma berupa cairan khusus masing-masing 5 kilogram untuk setiap keluarga petani itu tersalur sejak lebih dari sepekan lalu. Karena prosesnya sederhana, pengolahan garam beryodium langsung dilakukan sejak saat itu pula.
Belum diketahui secara pasti penyebab lesunya pasaran garam rakyat tersebut. Sejumlah warga di Oebelo menduga kuat hal itu erat kaitannya dengan kebutuhan garam untuk sapi yang menjadi usaha andalan masyarakat di Timor. Pembeli garam terbanyak selama ini adalah peternak yang membutuhkan garam untuk sapi mereka. Mereka enggan membeli garam beryodium karena sapi tidak mau menyentuhnya.