Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Jalanan Jadi Tanggung Jawab Negara

Kompas.com - 29/07/2010, 08:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Negara harus bertanggung jawab terhadap kehidupan anak jalanan karena akar masalah anak jalanan adalah masalah ekonomi. Negara harus mengambil alih penanganannya.

Anak jalanan juga kian terpojok dan sulit berkembang karena stigma masyarakat. Anak jalanan pada umumnya akan dipandang sebagai ”anak nakal” oleh masyarakat sekelilingnya.

Anggota Dewan Yayasan Anak Jalanan Indonesia (Indonesian Street Children Foundation /ISCO), Isti Saptiono, dan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengemukakan hal itu dalam diskusi ”Peranan Orangtua dalam Mengembalikan Anak Jalanan ke Bangku Sekolah” yang diselenggarakan ISCO dan PT Bank DBS Indonesia, Rabu (28/7/2010) di Jakarta. Pada anak jalanan, orangtua yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom bagi anak justru menjadi pelaku kekerasan terhadap mereka.

”Tantangan terbesarnya ada pada orangtua anak-anak jalanan. Sulit sekali mendapat dukungan mereka untuk tetap menyekolahkan anaknya,” kata Isti.

Banyak orangtua anak-anak jalanan tidak mengerti pentingnya pendidikan bagi anak. Bahkan, menurut Isti, orangtua anak-anak jalanan lebih memprioritaskan anaknya menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dengan bekerja di jalanan.

”Alasan orangtua selalu siapa yang akan mencari uang untuk keluarga. Ada anak yang dipaksa bekerja, tapi ada juga anak yang rela bekerja karena kasihan melihat ibunya bekerja,” kata Isti.

Arist mengingatkan orangtua untuk tidak mengeksploitasi anak atas nama kemiskinan. Hal ini menjadi akar masalah anak yang harus bekerja di jalanan.

Jalanan bukan tempat anak-anak karena begitu turun ke jalanan, anak-anak tersebut terancam berbagai bentuk kekerasan. Hak anak-anak tercerabut begitu anak dipaksa bekerja di jalanan untuk menopang ekonomi keluarga.

”Anak-anak ini menjadi korban karena didorong turun ke jalan dan dikorbankan tidak sekolah. Orangtua jangan mengeksploitasi anak,” kata Arist.

Untuk mengatasi persoalan itu, menurut dia, ”Harus ada kerja sama lintas sektoral. Pendekatannya pun jangan negatif dan dengan kekerasan karena anak-anak ini adalah korban.”

Arist juga meminta masyarakat menghilangkan stigma ”anak nakal” pada anak jalanan. Pasalnya, stigma dan konsep negatif inilah yang justru menghambat anak-anak jalanan untuk bisa kembali ke masyarakat.

”Harus memakai pendekatan manusiawi dan kasih sayang,” ujarnya.

Awal bulan ini dicanangkan beasiswa bagi anak jalanan dari pemerintah, tetapi hanya diperuntukkan bagi anak-anak yang tinggal di rumah singgah. Dari 31 rumah singgah yang ada di Jakarta, hanya 22 yang mendapat bantuan dari Kementerian Sosial setiap hari sebesar Rp 6.000 per anak untuk makan dan pendidikan. Jumlah anak jalanan di seluruh Indonesia, berdasarkan data Kementerian Sosial pada 2009, yaitu 83.776 anak. (LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com