Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Kebiasaan Paling Merusak

Kompas.com - 02/08/2010, 10:42 WIB

Tapi menggertak  tidak hanya berlaku di kalangan anak-anak. Sebuah studi menemukan hampir 30 persen pekerja kantor Amerika sering mengalami bully oleh atasan atau rekan kerja. Mulai dari pemotongan informasi penting untuk menyelesaikan pekerjaan atau penghinaan dengan tujuan lainnya. Dan sekali dimulai, akan cenderung menjadi lebih buruk.

"Secara definisi sikap menggertak itu seperti hal kecil yang kemudian menjadi besar. Ini adalah salah satu alasan mengapa begitu sulit untuk mencegahnya, karena biasanya dimulai dengan cara yang sangat kecil," kata Sarah Tracy, Direktur Proyek untuk kesehatan dan kehidupan kerja di universitas Arizona State.

8. Stress Stres dapat mematikan, meningkatkan risiko gangguan jantung dan bahkan kanker. Stres dapat menyebabkan depresi, yang dapat menyebabkan bunuh diri. Tapi mengapa kita bisa stres sangat sulit untuk dijabarkan.

Berbagai penelitan menyebutkan, lingkungan kerja merupakan sumber stres utama bagi banyak orang, demikian untuk anak-anak.  Data Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebutkan lebih dari 600 juta orang di seluruh dunia bekerja 48 jam setiap minggu, termasuk jam kerja di akhir pekan. Di tambah lagi, perkembangan teknologi dan internet yang semakin garis batas antara pekerjaan dan waktu luang. Bahkan menurut sebuah studi baru-baru ini sekitar setengah penduduk Amerika membawa pulang pekerjaan mereka.

Selain pekerjaan, menjadi orangtua juga kerap menimbulkan stres tersendiri. "Di usia pertengahan, seseorang merasa terbebani oleh tanggung jawabnya pada pekerjaan, keluarga dan anak-anak," kata Gwenith Fisher, psikolog. Ahli kesehatan menyarankan olahraga dan tidur yang cukup adalah dua cara terbaik untuk mengurangi stress.

9. Berjudi Judi juga, tampaknya ada pada gen kita dan terprogram ke dalam otak kita, sehingga menjelaskan mengapa perilaku itu menjadi umum dan bersifat menghancurkan. Bahkan, monyet pun suka berjudi.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Neuron tahun lalu menemukan bahwa keinginan menang membangkitkan keinginan berjudi  dalam otak. "Penjudi sering menafsirkan hampir menang sebagi tolak ukur yang mendorong mereka untuk terus berjudi," kata Luke Clark dari Universitas Cambridge.

"Temuan kami menunjukkan bahwa otak merespon rasa hampir menang sebagai keinginan untuk menang meskipun kenyataannya mereka tidak pernah menang," katanya. Penelitian tahun lalu menemukan apabila penjudi kalah mereka tidak akan berpikir secara rasional. Mereka justru akan mengubah permainan dan bertaruh lebih tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau