Kompas.com - Dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya, sebagai manusia kita memiliki banyak perilaku buruk yang bersifat merusak terhadap diri sendiri dan orang lain. Kita bersikap tidak jujur, curang dan mencuri, kita juga merajah tubuh sendiri, kita membiarkan stres menguasai dan menimbulkan penyakit secara perlahan. Dunia ilmiah mencoba membuktikan mengapa spesies yang begitu cerdas ini bisa memiliki sikap merusak diri sendiri.
1. Gosip Mengapa kita begitu suka dengan gosip dan rumor? Karena kita berevolusi sedemikian rupa untuk menghakimi dan membicarakan orang lain, meskipun itu menyakiti mereka. Demikian menurut analisa para peneliti.
Robin Dunbar, primitologi dari Oxford menjelaskan, "Babon laki-laki menjaga hubungan satu sama lain agar hubungan itu tetap terjaga. Tapi kita manusia lebih berkembang, sehingga kita menggunakan gosip sebagai perekat sosial. Keduanya merupakan perilaku yang dipelajari.
Gosip menyebabkan adanya batas-batas kelompok dan meningkatkan harga diri. Dalam banyak contoh, tujuan dari gosip bukan kebenaran atau akurasi. Yang penting adalah ikatan yang bergosip tetap terbina, meskipun sering dengan mengorbankan pihak ketiga.
"Ketika dua orang saling curhat ketidaksukaan mereka terhadap orang lain, gosip bisa membawa mereka menjadi lebih dekat," kata Jennifer Bosson, seorang profesor psikologi di Universitas South Florida.
2. Melakukan kebiasaan buruk Manusia merupakan makhluk yang menyukai kebiasaan. Karena itu, sekali Anda melakukan kebiasaan buruk, bahkan yang paling beresiko sekalipun, sulit bagi Anda untuk menghentikannya. Tak heran jika para perokok atau orang yang gemar kebut-kebutan di jalan tak pernah jera.
"Ini bukan karena mereka tidak mendapat informasi bahwa kebiasaan buruk adalah risiko besar. Tapi lebih karena kita cenderung berpikir pendek dari pada jangka panjang," kata Cindy Jardine dari Universitas Alberta. Selain itu, menurut Jardine manusia memang dari sananya sudah menyukai tantangan.
Kebiasaan buruk juga kerap kali dijadikan alat untuk bergabung dengan kelompok sosial. Selain itu orang-orang cenderung untuk membenarkan kebiasaan buruk, tanpa melihat penelitian yang ada, seperti: "Nenek saya merokok sepanjang hidupnya dan hidup sampai 70". Padahal, kalau tidak merokok mungkin usia si nenek bisa lebih panjang lagi.
3. Kecanduan kekerasan Kekerasan ternyata sudah ada sejak catatan sejarah mengenai manusia ada. Para ahli bahkan menyebutkan bahwa hasrat melakukan kekerasan sudah ada dalam gen dan mempengaruhi otak kita. Sebuah studi di tahun 2008 menyimpulkan bahwa manusia tampaknya kecanduan kekerasan, sama seperti mereka kecanduan seks, makanan, atau obat-obatan.
Hasil penelitian dalam Jurnal Psychopharmacology, menunjukkan pada sel otak tikus, bagian otak yang mengatur ganjaran (reward) juga bertanggung jawab pada kesenangan melakukan kekerasan. Diduga, pada otak manusia tak jauh berbeda. Banyak peneliti percaya bahwa kekerasan pada manusia adalah kecenderungan berkembang yang membantu dengan kelangsungan hidup.