KOMPAS.com - Demam babi Afrika (African Swine Fever/ASF) menyerang semua ras dan jenis babi ternak maupun liar semua umur.
Dikutip dari World Organisation for Animal Health (WOAH), demam babi Afrika adalah penyakit akibat virus yang sangat menular dengan tingkat kematian mencapai 100 persen.
Namun, ASF bukanlah penyakit zoonosis. Artinya, virus yang menyebabkan babi sakit tidak bisa menular ke manusia.
Baca juga: Penyebaran Demam Babi Afrika Meningkat, Pemerintah Bentuk Satgas
Penyakit ini tidak membahayakan kesehatan manusia, tetapi berdampak buruk pada populasi babi dan perekonomian peternakan.
Virus ini sangat resistan terhadap lingkungan, artinya virus ini dapat bertahan hidup di pakaian, sepatu bot, roda, dan bahan lainnya.
Virus ini juga dapat bertahan hidup di berbagai produk daging babi, seperti ham, sosis, atau bacon.
Oleh karena itu, perilaku manusia dapat berperan penting dalam penyebaran penyakit babi ini lintas bata, jika tindakan yang memadai tidak diambil.
Baca juga: Kemenkes: Demam Babi Afrika Tidak Membahayakan Manusia
Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025, wabah demam babi Afrika ini menjadi perhatian pemerintah Indonesia.
Pemerintah akan membentuk tim satuan tugas (satgas) untuk menanggulangi wabah ASF.
Dikutip dari Antara pada Rabu (18/12/2024), pembentukan tim Satgas Penanggulangan Penyakit Demam Babi/ASF ini menjadi pembahasan khusus dalam rapat koordinasi lintas sektor yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan didampingi Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin) Sahat M. Pangabean di Jakarta hari ini.
"Saat ini banyak ditemukan di Papua, khususnya di Nabire dan Timika, ya, wilayah ini yang akan diselesaikan yang lain aman. Dulu ada di Bali dan sudah ditangani dengan baik," kata Zulkifli.
Menurut Badan Karantina Indonesia (Barantin), penyakit ini telah menwabah di 32 provinsi, meliputi Papua, Papua Tengah, hingga Nusa Tenggara Timur.
Pada Januari 2024, Papua Tengah sudah mencatat ada 6.273 ekor babi mati akibat ASF.
Saat ini Indonesia belum ada vaksin untuk mengatasi wabah demam babi Afrika. Berbeda dengan wabah flu burung yang mana vaksinnya sudah tersedia.
Baca juga: Penyebaran Demam Babi Afrika: Warga Diminta Lakukan Langkah Pencegahan
Dikutip dari Buku Saku Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian 2020, daya tahan virus demam babi Afrika sangatlah kuat.
Tanpa perlakuan apapun, virus ini bisa bertahan selama berikut:
Baca juga: 30.000 Babi di Sumut Mati Akibat Demam Babi Afrika, Bisakah Menular pada Manusia?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.