Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rafi, Anak Atresia Bilier yang Sembuh

Kompas.com - 16/09/2010, 14:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Anak penderita atresia bilier atau kelainan pada saluran empedu di Indonesia umumnya tidak mampu bertahan lama dan akhirnya meninggal. Sebut saja Bilqis Anindya Passa, Thalita Rahma, dan Joy Kasih.

Itu baru yang datang ke rumah sakit, tidak termasuk mereka yang belum dapat dideteksi. Namun ternyata, ada juga yang bisa selamat dan sembuh. Rafi (9) dideteksi mengalami atresia bilier pada umur satu bulan. Setelah sekian bulan berjuang, Rafi akhirnya menjalani operasi cangkok hati di Kyoto, Jepang, pada usia enam bulan.

Siswa kelas III SD Al-Izhar ini pun akhirnya tumbuh sehat sampai saat ini. Untungnya, waktu itu, Lina (49) dan Adityanta Sigit (50), orangtua Rafi, mengamati kondisi buah hati tunggal mereka ini dengan jeli. Kontan, mereka membawanya ke RS Harapan Kita Jakarta. Di rumah sakit ini, Rafi didiagnosis mengidap atresia bilier atau kelainan pada saluran empedu yang belum ada obatnya, selain transplantasi hati. Lina pun mengaku terkejut.

"Ini anak yang kami nanti-nantikan hampir sepuluh tahun. Dia kami dapatkan dari program bayi tabung. Tapi cobaan sepertinya terus datang. Anak kami didiagnosis atresia billier," kata Lina kepada Kompas.com di sela peluncuran Yayasan Bilqis Sehati, Kamis (16/9/2010).

Lina mengaku, lima bulan selang waktu diagnosis hingga operasi terasa sangat panjang baginya. Pada usia dua bulan lebih seminggu, Rafi sempat menjalani operasi kasai atau pembuatan saluran dari hati dan empedunya ke usus dua belas jari, tetapi gagal.

Menurut Lina, dokter waktu itu mengatakan, hatinya sudah telanjur rusak. Maka, tak ada harapan dari operasi kasai. Memang, sebelumnya, dr Hanifah Oswari dari RSCM mengatakan, operasi kasai lebih baik dilakukan sebelum bayi berumur dua bulan.

"Jalan satu-satunya waktu itu adalah transplantasi hati," katanya.

Berbagai upaya pun dilakukan. Operasi belum dapat dilakukan di Indonesia karena keterbatasan alat dan teknologi di negara ini. Lina dan Sigit pun mulai membawa Rafi ke negara-negara tetangga terdekat, seperti Singapura dan Australia. Namun, hasilnya tak maksimal.

Hingga kemudian, mereka pun dirujuk untuk pergi ke Kyoto, Jepang.  Di Negeri Sakura itu, lanjut Lina, Rafi menjalani transplantasi hati. "Waktu itu, donornya dari hati bapaknya. Diambil sekitar 200 gram. Jepang memang tidak memperbolehkan donor transplantasi dari orang lain, selain keluarga dekat, supaya penolakan dari tubuh nantinya tidak besar," ungkapnya lagi.

Lina mengaku sangat bersyukur karena operasi itu berhasil dan Rafi dapat tumbuh normal hingga saat ini. Memang konsekuensinya, Rafi harus terus mengonsumsi obat seumur hidupnya untuk menjaga kerja hatinya. Selama setahun pascaoperasi, Lina mengatakan, Rafi harus minum berbagai macam obat setiap hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com