Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Alvita dan Malapetaka Kanker

Kompas.com - 30/09/2010, 08:47 WIB

Sapaan yang cukup lembut mengawali perjumpaan dengannya. ”Saya Vita,” kata perempuan berpakaian dokter memperkenalkan diri, beberapa waktu lalu. Sebagai dokter yang baru mengambil spesialisasi nuklir di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, pagi itu Vita tugas piket di bagian nuklir Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.

Dokter Alvita Dewi Siswoyo, atau yang biasa disapa Vita, sekian tahun lalu lama menjadi pasien dan langganan rumah sakit. Berulang kali dia menjalani operasi, tambah lagi enam seri kemoterapi, serta 70 kali radioterapi. ”Kanker kedua telah mengubah hidup saya. Kanker pertama adalah misteri, kanker kedua merupakan malapetaka,” tutur dokter berusia 26 tahun itu.

Karena penderitaan itulah, Vita bertekad menjadi dokter. Pengalamannya menjadi pasien yang sering merasa tertekan, sedih, kadang putus asa, diyakini menjadi bekal yang cukup buat memahami pasien. ”Saya ingin menyebarkan kepada para pasien penderita kanker serta keluarganya bahwa masih ada harapan dan kita tetap bisa hidup dan berguna untuk orang lain,” kata Vita.

Suratan takdir membuat Vita harus kehilangan salah satu matanya. ”Saya tak pernah tahu rasanya punya dua mata,” ucapnya. Padahal, ketika lahir pada 19 Januari 1983, orangtuanya, pasangan dr Loekito Siswoyo dan Vera Wibowo, mendapatkan bayinya dalam keadaan normal.

Seperti orangtua lain umumnya, Loekito ingin merayakan setiap momen penting perkembangan buah hatinya. Pada ulang tahun Vita, keluarga merayakan, antara lain dengan tiup lilin. Blup! Tiba-tiba lampu mati.

Loekito merasa ada sesuatu yang mencurigakan ketika melihat mata Vita memancarkan cahaya seperti mata kucing. Foto yang dicetak kemudian semakin memperjelas adanya sinar tajam dari mata kiri Vita.

Benar saja, setelah melalui sejumlah pemeriksaan dokter ahli di Jakarta, Vita dinyatakan menderita penyakit yang cukup serius, retinablastoma. Dokter menyarankan untuk segera mengangkat mata kiri guna menghindari penyebaran ke tempat yang lebih jauh.

Operasi yang cukup mendadak itu membuat Vera yang ketika itu sedang hamil anak kedua mengalami pendarahan. Maka, ibu-anak itu berada di rumah sakit yang sama untuk perawatan yang berbeda.

Terus bertanya Kendati tidak memiliki mata lengkap, Vita kecil sangat aktif menjalani banyak kegiatan. Les musik, menyanyi, dan berenang adalah sebagian dari kegiatannya di sela-sela aktivitas sekolah. Vita masih ingat, semasa kecil dia adalah anak periang, sampai suatu hari dia mendapat ejekan dari teman sekolahnya.

”Sejak itu saya jadi pendiam dan menarik diri,” katanya. Tak seperti remaja lainnya, sepulang sekolah Vita lebih banyak diam di rumah dan mengutak-utik pelajaran. Dia tak berhenti bertanya, mengapa bisa terkena kanker dalam usia yang masih begitu muda. Mengapa matanya harus hilang? Mengapa dunia tidak adil terhadap dirinya?

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com