Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rabies, Tragedi Manusia dan Hewan

Kompas.com - 25/10/2010, 09:27 WIB

Doktor Budi Tri Akoso, seorang dokter hewan, yang menjadi Direktur Pusat Veterinaria Farma Surabaya pada tahun 1997, merasa beruntung. Ia ikut menangani penyakit rabies atau anjing gila di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Waktu itu ia ditugasi Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian untuk meneliti kejadian rabies di sebuah desa pantai di Larantuka, Flores Timur. Sebelumnya Pulau Flores bebas rabies. Ia segera mencari kasus pertama rabies yang menyerang manusia. Ia mencari saksi-saksi dan mencari sampel untuk uji laboratorium.

Seorang warga melihat sendiri bahwa orang yang meninggal itu sebelumnya digigit anjing. Ada saksi juga bahwa ketiga anjing itu dibawa nelayan Larantuka dari Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Pulau Buton adalah pulau tertular rabies.

”Setelah mempelajari epidemiologinya (studi tentang penyebab dan penyebaran penyakit), rabies di Pulau Flores bisa diketahui masuk dari Pulau Buton,” kata Budi Tri Akoso, mantan Direktur Kesehatan Hewan dan Kepala Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian, Sabtu (23/10).

Sekali seekor anjing tertular Lyssavirus, virus penyebab rabies, memasuki suatu pulau, penyakit itu tak lama lagi menyebar. Dalam Kongres Ke-16 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dan Konferensi Ilmiah Veteriner Ke-11, 10-13 Oktober 2010 di Kota Semarang, Jawa Tengah, sejumlah makalah juga memaparkan rabies, termasuk di Flores Timur tersebut.

Makalah dari Ewaldus Wera, Maria Geong, dan Marthen B Malole, yang memaparkan epidemiologi rabies di Flores Timur, menyebutkan, dalam periode 1997-2000, di antara 723 orang yang tergigit anjing di Flores Timur, 21 orang di antaranya meninggal karena rabies. Hal itu berarti setiap 34 orang tergigit, satu orang meninggal. Umur korban bervariasi dari 2,5 tahun hingga 68 tahun, sebanyak 66,7 persen adalah laki-laki.

”Dari kejadian di Flores itu saya waktu itu (tahun 1997) sudah menduga, rabies akan segera sampai ke Bali,” tutur Budi Tri Akoso, penulis buku Pencegahan & Pengendalian Rabies (Penerbit Kanisius, 2007) itu.

Benar, 11 tahun kemudian, rabies sampai ke Bali. Pulau Bali, yang dinyatakan bebas rabies secara historis selama 82 tahun sejak ada Ordonansi Rabies tahun 1926, itu akhirnya tak mampu mencegah menyebarnya virus rabies. Penghalang alami, yaitu lautan yang memisahkan pulau-pulau, akhirnya kalah dari lalu lintas manusia dan hewan yang semakin intens tahun-tahun terakhir ini.

Kejadian rabies pada manusia di Bali pertama kali terjadi di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, di ujung selatan Pulau Bali. Pada November 2008, empat orang meninggal dengan gejala ensefalitis atau radang otak dengan riwayat pernah digigit anjing.

Sejak itu rabies mewabah di seluruh Bali. Apalagi kasus gigitan anjing cukup tinggi karena anjing liar yang banyak. Dinas Peternakan Bali mencatat, sekitar 50.000 kejadian manusia digigit anjing. Berdasarkan data terakhir dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, hingga 15 Oktober 2010, sebanyak 102 orang meninggal dunia karena rabies (Kompas, 16/10).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com