Bandung, Kompas -
”Jawa Barat masih menjadi salah satu wilayah konsentrasi terbanyak dokter umum. Namun, sama dengan daerah lain di Indonesia, jumlah pasangan subur yang memasang kontrasepsi masih sedikit dan tingkat kematian balita serta ibu dan anak masih tinggi,” kata Wakil Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Bidang Kependudukan dan Kesehatan Ibu dan Anak Rachmat Sentika di Bandung, Senin (22/11).
Rachmat mengatakan, pelatihan yang direncakan berlangsung pertengahan 2011 itu dilatarbelakangi minimnya kemampuan dokter umum dalam promosi program Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan anak balita serta ibu. Di bidang KB, masih sedikit jumlah pasangan subur yang mengikuti program KB. Data IDI mencatat baru 61 persen pasangan subur di Indonesia yang mengikuti KB.
Sementara itu, angka kematian ibu dan anak balita ternyata masih tinggi. Beberapa tahun terakhir kasus kematian ibu hamil akibat pendarahan dan penanganan kelahiran tidak sehat mencapai sekitar 15.000 orang per tahun. Kematian anak balita sebanyak 200.000 orang per tahun. Penyebabnya antara lain infeksi, radang paru-paru, dan diare.
Artinya, masih banyak kasus kematian yang terjadi saat anak balita mendapatkan pertolongan di rumah sakit. Bahkan, dari sekitar 26 juta anak balita di Indonesia, sebanyak 16,4 persen di antaranya diperkirakan kurang gizi dan 5,4 persen mengalami gizi buruk.
”Dokter umum masih kerap melupakan komponen dasar dan awal saat menangani pasien. Bahkan, di beberapa daerah ditemukan masih ada dokter yang tidak tahu cara memasang alat kontrasepsi pada pasangan usia subur,” kata Rachmat.
Sementara itu, Ketua IDI Jawa Barat Rullyanto menjelaskan, dokter umum harus terus meningkatkan pengetahuan mereka. Dokter selayaknya tidak hanya bertugas mengobati, tetapi juga bisa berperan mencegah timbulnya penyakit atau kasus kematian pasien.
Ia mencontohkan kasus demam berdarah yang hingga kini kerap merenggut nyawa manusia karena polanya cenderung berubah, seperti tidak hanya muncul saat pancaroba atau memiliki gejala yang tidak khas. Dengan adanya tambahan pengetahuan, Rullyanto berharap muncul usaha promosi kesehatan yang lebih baik dari tenaga dokter di Jabar.
”Pelatihan dan promosi kesehatan adalah kunci utama menekan tingginya kasus kematian akibat penyakit dan perbaikan kualitas kesehatan. Pelatihan dan pola promosi yang tidak tepat akan mempersulit akses masyarakat mendapatkan kualitas kesehatan yang lebih baik,” katanya.