Surabaya, Kompas
Pameran ini mengetengahkan sebanyak 50 lukisan, yang terdiri dari 29 lukisan karya KinKin, pelukis kelahiran Tasikmalaya (Jawa Barat) yang bermukim di Bali, dan 21 lukisan karya Sumadi, pelukis kelahiran Wonogiri (Jawa Tengah) yang tinggal di Yogyakarta.
”Pameran ini bertujuan menghormati perempuan,” ujar Manajer Museum House of Sampoerna Rani Anggraini, Rabu (22/12) di Surabaya.
Sederet lukisan itu tidak saja menarik dari sisi kaum perempuan dalam keseharian. Realitas itu tersirat dalam lukisan-lukisan yang ditampilkan, mulai lukisan perempuan sedang menyusui bayinya hingga lukisan perempuan pekerja (penjual kain, penjual jamu gedongan, dan pedagang di pasar tradisional).
”Dalam karyanya, Sumadi dan KinKin lebih sering mengangkat tema perempuan. Dari sisi keunikannya, KinKin menggunakan media watercolor yang tingkat kesulitannya tinggi dan karyanya indah. Adapun Sumadi lebih pada teknik teksturnya dengan warna coklatnya yang khas,” tutur Rani.
Perbedaan media dalam seni yang diapresiasikan KinKin maupun Sumadi dalam pameran lukisan ini menarik untuk dicermati.
Mengenai perempuan yang hadir dalam karyanya, Sumadi mengatakan bahwa perempuan adalah salah satu obyek yang tidak pernah habis untuk dilukis.
”Melalui lukisan ini, Tuhan selalu memberkati dalam kehidupan seni, dan karya saya hampir selalu soal perempuan,” katanya.
Adapun KinKin memandang perempuan sebagai makhluk Tuhan yang sangat indah, dan hampir semua pelukis di dunia dari zaman dahulu hingga akhir zaman nanti pernah serta akan terus melukis perempuan.
”Saya pribadi adalah orang yang sangat mengagumi sosok perempuan, terutama kecantikan dan keindahannya. Karya saya menghadirkan perempuan dari semua sisi,,” ucapnya.