Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Meningkat, Semua Pihak Harus Ambil Peran

Kompas.com - 07/01/2011, 03:39 WIB

jakarta, kompas - Kasus bunuh diri terjadi lagi, Kamis (6/1). Seorang pemuda, yakni Diki (22), tewas tergantung di rumahnya di RT 3 RW 7, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.

Menurut polisi, mayat Diki pertama kali ditemukan orangtuanya. Tidak ada tanda-tanda penganiayaan di tubuh Diki.

”Dia gantung diri karena ada masalah rumah tangga. Dia bercerai dengan istrinya, tetapi saat meminta rujuk kembali mantan istrinya menolak,” ujar Kepala Kepolisian Sektor Metropolitan Cengkareng Komisaris Ruslan.

Kejadian bunuh diri ini adalah yang keenam di Jabodetabek pada awal tahun 2011.

Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia Pusat Nalini Muhdi mengatakan, angka bunuh diri secara internasional meningkat tajam dua dekade terakhir. Hal serupa terjadi di Indonesia dan kota besar seperti di Jakarta.

”Ada banyak faktor pemicu orang bunuh diri antara lain gabungan antara masalah biologis, psiko-sosial, serta lingkungan,” ucap Nalini.

Di kota besar kehidupan masyarakat yang kian kompetitif dan tekanan besar membebani orang dan bisa berimplikasi pada keputusan untuk mengakhiri hidup. Dengan arus informasi yang makin luas, orang yang menyimpan masalah besar dan depresi kian mudah terpengaruh untuk bunuh diri.

Dokter spesialis Kedokteran Jiwa Departemen Psikiatri Universitas Indonesia Suryo Dharmono mengatakan, masalah dalam rumah tangga merupakan persoalan yang paling memicu tindakan bunuh diri.

”Bukan berarti semua yang bermasalah pribadi lantas bunuh diri. Ada faktor genetik dalam kasus bunuh diri,” kata Suryo.

Salah satu cara mencegah bunuh diri adalah perhatian masyarakat di lingkungan sekitar. Psikolog Universitas Indonesia, Farida Haryoko, mengatakan, membangun interaksi sosial yang baik adalah solusi efektif mengurangi potensi bunuh diri.

Bangunan interaksi sosial yang baik membuat beban persoalan seseorang kian ringan. Bagi pasien depresi mengungkapkan perasaan merupakan bagian penting. Dapat mengungkapkan adanya dorongan atau keinginan bunuh diri saja dapat mengurangi risiko bunuh diri.

Kasus bunuh diri muncul karena kepribadian pelaku cenderung menutup diri. Dari hasil penelitian, sebelum bunuh diri banyak pelaku tidak suka berbagi masalah dengan orang lain. Jadi, ketika masalah berat membebani pelaku bunuh diri, mereka nekat mengambil jalan pintas.

”Mereka menganggap bunuh diri sebagai solusi atas persoalan yang dihadapi. Ini juga bagian dari budaya instan yang menggejala di tengah masyarakat kita sehingga pelaku menginginkan solusi cepat,” kata Farida.

Menurut Farida, membangun interaksi sosial mulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Sesama anggota keluarga membangun pola komunikasi terbuka sehingga setiap persoalan dapat diselesaikan bersama. Ada baiknya anggota keluarga membiasakan proses belajar mencari alternatif solusi persoalan. ”Hal ini penting agar tidak terbangun budaya instan,” ujar Farida.

Orang yang nekat bunuh diri belakangan populer saat berkembang jejaring sosial media di internet. Untuk memperkuat hubungan sosial kini justru terbuka peluangnya karena fasilitas kemajuan teknologi. ”Orang bunuh diri mungkin bukan tergolong orang yang aktif dan tulus berhubungan dengan memanfaatkan teknologi,” katanya.

Pelayanan kesehatan

Kebutuhan untuk pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia juga perlu ditingkatkan. ”Perlu ada pembenahan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia sehingga orang lebih mudah melakukan konseling,” ujar Nalini.

Pembenahan pelayanan kesehatan jiwa ini mendesak lantaran depresi di masyarakat diprediksi melonjak dan menempati urutan kedua sebagai penyakit yang paling banyak diderita orang pada 2020. Pada perempuan dan lansia depresi bakal menempati urutan pertama di tahun itu.

”Kita juga perlu mengubah pola pikir tentang konseling. Konseling bagi penderita depresi itu ibarat penderita flu yang pergi ke dokter. Jadi, konseling itu bukan sesuatu yang memalukan,” kata Nalini. (FRO/NDY/ART/ine)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com