Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jebakan "Shopping Therapy" pada Penyandang Autisme

Kompas.com - 20/01/2011, 10:35 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com - Para orang tua yang memiliki anak autis seringkali terjebak pada perilaku "shopping therapy" atau berpindah-pindah tempat terapi karena mereka tidak sabar.  Alhasil, terapi yang dijalani penyandang autisme menjadi tidak efektif karena dilakukan secara tidak berkelanjutan.

"Shopping therapy ini menyebabkan terapi terhadap si anak tidak efektif karena polanya tidak berkesinambungan dan mungkin ada yang terputus," ungkap Koordinator Pusat Tumbuh Kembang Anak Berkebutuhan Khusus Denpasar dr Ni Luh Putu Sudiani, Kamis (20/1/2011).

Putu Sudiani mengemukakan, orang tua yang memiliki anak penyandang autis kerap tidak sabar melihat perkembangan si anak yang dinilainya lambat. Karena itu mereka berharap di tempat terapi lain bisa segera berhasil.

"Padahal tidak seperti itu. Orang tua memang harus ekstra sabar karena untuk satu kemampuan saja butuh waktu lama, seperti untuk kemampuan anak bisa kontak mata dengan orang lain saja butuh waktu dua tahun," tegas dokter yang juga memiliki anak penyandang autis itu.

Akibat keinginan yang menggebu-gebu agar anaknya segera berkembang sama dengan anak normal seusianya, maka orang tua berpindah-pindah dari satu tempat terapi ke tempat lainnya.

"Kalau di tempat terapi yang baru terapisnya kooperatif, maka catatan perkembangan dan terapi sebelumnya yang dijalani si anak akan dibaca dan dipelajari. Tapi kalau terapisnya tidak mau mempelajari catatan perkembangan itu, maka dimulai dari awal lagi," katanya.

Menurut dia, memiliki anak dengan gangguan autis memang harus berbesar hati dan menerima segala resikonya. Dengan sikap demikian, maka orang tua akan melakukan terapi pada anak dengan tidak mengedepankan target terlalu tinggi.

"Memang sikap orang tua kebanyakan dari anak autis yang tidak sabar itu wajar karena mereka ingin anaknya sama seperti anak-anak normal. Saya juga mengalami hal seperti itu, sehingga saya menemukan kuncinya adalah sabar dan sabar," kata lulusan FK Universitas Udayana Denpasar ini.

Selain itu, katanya, memiliki anak autis memang membutuhkan biaya yang sangat besar karena harus menjaga makanan yang seimbang, termasuk untuk terapi.

Kehadiran pusat penanganan autis yang dikelola Putu Sudiani sejak Oktober 2010 ini diharapkan bisa meringankan beban orang tua yang memiliki anak autis. "Pusat pendidikan yang dibidani oleh Ibu Wali Kota ini memang didedikasikan untuk anak autis sesuai dengan program kota ramah anak. Di sini tidak ada uang pangkal dan uang pembangunan sehingga lebih murah dibandingkan tempat terapi lain," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com