Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaderisasi, Pekerjaan Rumah Gerakan Pemuda Ansor

Kompas.com - 22/01/2011, 03:24 WIB

Saat membuka Kongres XIV Gerakan Pemuda Ansor di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/1), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqiel Siradj mengingatkan soal kaderisasi. Sejumlah analis politik juga menilai kaderisasi menjadi persoalan untuk badan otonom Nahdlatul Ulama itu.

Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Kacung Marijan, yang rutin meneliti berbagai hal terkait Nahdlatul Ulama (NU), kemenangan politikus Partai Golkar Nusron Wahid sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor sebagai bukti persoalan kaderisasi. Kacung memahami kader Ansor bisa berasal dari mana saja. Pengalaman berorganisasi Nusron yang, antara lain, pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), badan otonom NU untuk sektor mahasiswa, diakui Kacung.

Masalahnya, Nusron, mantan wartawan, tidak pernah menjadi pengurus di PP GP Ansor. Tahu-tahu, Nusron terpilih sebagai Ketua Umum PP GP Ansor periode 2011-2016. ”Kader GP Ansor boleh dari mana saja. Namun, sebelum jadi ketua umum, sebaiknya jadi pengurus dulu,” kata Kacung.

Selama kongres, persoalan kaderisasi juga dibahas peserta. Salah satu bakal calon ketua umum PP GP Ansor, Munawar Fuad, menyebut ada kader ”naturalisasi” dan ”natur asli”. Kader natur asli adalah mereka yang jelas kiprahnya pada organisasi. ”Ada orang yang tidak jelas kiprahnya pada organisasi, tahu-tahu akan masuk sebagai pimpinan organisasi. Seperti itu kurang lebih kader naturalisasi,” ujarnya.

Sebagian peserta menangkap kesan asal punya modal bisa langsung melejit ke jajaran pemimpin organisasi. ”Jika pola ini dipertahankan, akan menyakiti kader yang susah payah berjuang dari bawah,” ujar Munawar.

Soal status itu, Nusron Wahid menyatakan, setiap kader NU yang tergolong pemuda pasti kader Fatayat atau Ansor. Fatayat untuk kader perempuan, Ansor untuk kader laki-laki. ”Hanya itu jenis kelamin organisasi pemuda kader NU. Tidak perlu diperdebatkan lagi,” katanya.

Salah satu bakal calon ketua umum lain, Syaifullah Tamliha, secara terbuka menyatakan pemilihan ketua jadi rebutan partai politik. Para bakal calon ketua umum berstatus politikus dan partai politik saling melobi agar kadernya bisa menjadi calon. Syaifullah yang kader PPP mengaku partainya ditekan partai lain agar ia mundur dari pencalonan. ”Saya jalan terus,” ujarnya.

Nusron sendiri tercatat sebagai anggota Fraksi Partai Golkar DPR periode 2009-2014. Bakal calon lain yang berstatus politikus adalah Khatibul Umam Wiranu (anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat), Marwan Ja’far dan Malik Haramain (keduanya anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR). Nusron mengalahkan semua bakal calon itu dalam proses pemilihan yang mundur 18 jam dari jadwal.

Modal Partai Golkar

Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengakui kemenangan Nusron adalah modal penting bagi Partai Golkar menghadapi Pemilihan Umum 2014. Nusron menambah daftar kader Partai Golkar yang menyebar di berbagai organisasi kemasyarakatan. Meskipun demikian, Nusron mengakui tidak bisa serta merta menjadikan GP Ansor sepenuhnya mesin politik Partai Golkar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com