Jakarta, Kompas
Hal itu dikemukakan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dalam pembukaan ASEAN Dengue Conference yang bertema ”Dengue is Everybody’s Concern, Causing Socio-economic Burden, but it’s Preventable”, Senin (13/6) di Jakarta. ASEAN Dengue Conference merupakan rangkaian kegiatan peluncuran ASEAN Dengue Day pertama.
Endang mengatakan, demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah lama yang dihadapi negara-negara anggota ASEAN. DBD tidak mudah diatasi karena nyamuk pembawa virus dengue tak mudah diberantas.
Sejak 1968 kasus DBD pertama kali ditemukan di Indonesia, jumlah kasus masih banyak, sekitar 140.000 kasus pada tahun 2010. Namun, angka kematian sudah diturunkan sampai di bawah 1 persen.
Pengendalian DBD dikhawatirkan makin penuh tantangan ke depan. Regional Adviser Vector Borne Neglected Tropical Disease Control WHO/SEARO, AP Dash, menyatakan dalam presentasinya, perubahan iklim diduga akan memperbesar masalah DBD walau masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Parasit dan patogen harus melengkapi siklus hidupnya dalam tubuh serangga vektor yang umumnya makhluk berdarah dingin, dalam hal ini nyamuk, dan dipengaruhi kondisi lingkungan.
Peningkatan suhu udara meningkatkan dan mempercepat perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa. Populasi nyamuk dikhawatirkan bertambah. Perubahan curah hujan juga memengaruhi perkembangbiakan nyamuk. Beban ekonomi dari DBD per tahun diperkirakan 587 juta dollar AS di dunia. Sebagai gambaran, beban DBD di India 29,3 juta dollar AS.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan, ASEAN Dengue Conference bertujuan, antara lain, meningkatkan komitmen pemerintah negara-negara anggota ASEAN untuk menanggulangi DBD, membentuk jaringan regional, serta meningkatkan peran serta masyarakat di negara ASEAN.
Forum itu sekaligus menjadi wadah saling tukar pengalaman, kegiatan riset, dan kegiatan penanggulangan DBD. Di akhir konferensi akan dihasilkan Jakarta Call for Action on Combating Dengue yang akan digunakan sebagai dokumen penting penanggulangan DBD di kawasan ASEAN.