Kompas.com — Penggunaan obat herbal sebagai suplemen atau pengobatan alternatif belakangan ini semakin populer. Obat ini sering dianggap tanpa efek samping, padahal obat herbal tak selalu aman, bahkan beberapa produsen mencampurkan zat kimia tambahan pada produk yang diklaim alami itu.
Menurut Prof Sumali Wiryowidagdo, banyak obat herbal yang digunakan secara turun temurun yang belum terbukti secara pasti karena belum ada penelitiannya. "Pada umumnya yang masuk dalam golongan ini adalah jamu. Khasiatnya dipercaya berdasarkan pengalaman (empirik) saja," katanya dalam acara Teknologi Ekstraksi Herbal Terkini yang diadakan PT Deltomed Laboratories di Jakarta, Kamis (16/6/2011).
Sementara itu, obat herbal terstandar adalah bahan-bahan jamu yang telah diuji secara ilmiah khasiatnya pada hewan, baik keamanan atau toksisitasnya. Kategori di atasnya adalah fitofarmaka yang memiliki klaim berkhasiat berdasarkan uji klinik yang diterapkan pada manusia dan telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
"Fitofarmaka statusnya sama dengan obat modern," imbuh ahli herbal dari Pusat Studi Obat Bahan Alam Departemen Farmasi Universitas Indonesia ini.
Untuk memilih obat herbal, baik jamu maupun suplemen yang ada di pasaran, Sumali menyarankan agar memilih produk yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Setidaknya pilih produk yang memiliki nomor registrasi BPOM, termasuk untuk obat impor," katanya.
Selain itu, pasien sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi obat-obatan herbal, terutama jika sedang mengonsumsi obat kimia untuk menghindari reaksi yang membahayakan kesehatan.
Ekstraksi
Prof Leonardus B S Kardoyo, ahli ekstraksi bahan alam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menyebutkan, obat herbal yang diolah secara industri memiliki sistem ekstraksi yang canggih dan terstandar.
"Ekstraksi dilakukan untuk menghilangkan pengotor dari suatu zat dengan tujuan pemurnian senyawa. Sehingga hasilnya akan maksimal bagi tubuh," katanya.
Sementara itu, proses ekstraksi yang dilakukan secara tradisional pada umumnya kurang terukur dosisnya. Karena itu, disarankan untuk mengolah bahan herbal berdasarkan pengalaman empirik untuk menghindari toksisitas.
"Apabila ingin merebus obat herbal, sebaiknya dosis minumnya disesuaikan dengan pengalaman yang sudah-sudah. Kalau coba-coba memang bisa berbahaya," katanya saat ditemui di acara yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.