Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Klinis Lemah, Obat Herbal Jadi Payah

Kompas.com - 05/07/2011, 02:30 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pengembangan obat-obatan jenis herbal di Indonesia belum didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang jelas, melainkan hanya dari bukti-bukti empiris semata. Hal ini mengakibatkan pengembangan obat-obatan herbal di Indonesia sangat lambat.

Demikian diungkapkan Profesor Edy Meiyanto, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin (4/7/2011), seusai "Simposium Internasional tentang Farmasi" di UGM, Yogyakarta. Menurut dia, jika situasi ini dibiarkan, Indonesia terus-menerus akan menjadi konsumen obat-obatan luar negeri.

"Agar obat herbal atau jamu bisa dimanfaatkan lebih luas, maka dibutuhkan penguatan riset di bidang obat. Dengan demikian, penemuan obat berbahan dasar jamu lebih kuat, obyektif, dan tepat," ujarnya.

Penguatan riset salah satunya dilakukan melalui uji klinis. Tujuannya adalah adanya jaminan penggunaan obat herbal atau jamu yang lebih rasional.

"Uji klinis sangat dibutuhkan. Dari beberapa jumlah pasien yang diuji, dilihat efek samping dan tingkat kesembuhannya. Semakin banyak pasien yang diuji semakin bagus," kata Edy.

Perlu kebijakan pemerintah

Menurut Edy, saat ini sudah ada peraturan tentang pengembangan jamu, seperti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 003/Menkes/Per/1/2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Namun, peraturan tersebut masih terlalu umum dan belum secara detail mengatur pengembangan obat Indonesia berbasis obat herbal atau jamu.

"Supaya pengembangan obat di Indonesia lebih progresif, dibutuhkan kebijakan pemerintah yang jelas. Jika peraturannya jelas, maka obat-obat herbal bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi obat-obatan modern," paparnya.

Secara medis, pemakaian obat herbal memang tidak berbahaya terhadap kesehatan karena penggunaannya yang terbatas. Akan tetapi, karena tak disertai uji klinis, obat-obatan jenis ini akan sulit dipasarkan secara luas.

Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM Profesor Iwan D Prahasto menambahkan, kepada pasien, para dokter hanya akan memberikan resep obat-obatan yang telah lolos uji klinis dan fitofarmaka sehingga aman bagi pasien. Di sisi lain, meski obat herbal berpeluang dipakai dalam dunia medis, jenis obat ini belum diperkuat dengan bukti-bukti ilmiah.

"Pengembangan obat herbal di Indonesia membutuhkan arah yang jelas. Bahan-bahan alam harus diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa aktif bagi penyembuhan penyakit," ujarnya.

Iwan sendiri melihat belum adanya keterpaduan berbagai pihak dalam proses penelitian obat-obat herbal. Karena tak ada koordinasi, sering muncul pengulangan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang satu terhadap peneliti lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com