Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berjuang Melawan HIV Bersama Sang Buah Hati

Kompas.com - 01/12/2011, 09:31 WIB

"Pas dites darah anak saya hasilnya positif. Terus saya juga ikut dites, dan hasilnya positif juga," katanya.

Rasa takut, bercampur sedih, kecewa, dan kesal ketika itu bercampur aduk menjadi satu. Setelah didiagnosa positif mengidap HIV, barulah Nina mencari tahu tentang seluk-beluk penyakit ini.

Kini, Nina dan anaknya harus rutin menggunakan obat antiretroviral  (ARV) guna memperpanjang harapan hidupnya. Obat tersebut rutin diminumnya dua kali setiap hari, pada jam 8 pagi dan 8 malam. Obat ARV berfungsi menghambat kerusakan sel-sel di dalam tubuh sekaligus menghambat perkembangan virus HIV. 

"Saya dikasih obat ARV sama dokter. Dokter jelasin, kalau sampai tidak diminum obatnya, bisa timbul jamur pada mulut dan badan kurus," jelasnya.

Sebelum diberikan ARV, jumlah kadar sel CD4 (sel kekebalan tubuh) Nina ketika itu sangat rendah, sekitar 38. Padahal nilai normal CD4 adalah 800-1.000.

"Habis makan obat efavirenz langsung kaya mabok. Jadi habis minum obat itu harus tidur. Tidak boleh banyak gerak. Sampai sekarang masih rutin minum dan kontrol tiap bulan sekali di Klinik Teratai Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS)," ungkapnya.

Nina mengaku tidak terlalu kesulitan untuk mendapatkan ARV karena obat ini disediakan gratis di Klinik Teratai. Tetapi untuk obat-obatan antibiotik lainnya, ia tetap harus membeli sendiri. Setiap melalukan kontrol ke rumah sakit, Nina juga harus merogoh kocek Rp 50.000 untuk biaya pendaftaran bersama anaknya.   

Permasalahan yang kini dihadapi Nina dan para penyandang ODHA lainnya adalah masih kuatnya stigma atau kesan buruk dari masyarakat. Padahal, sikap dan stigma buruk itu justru dapat menghambat upaya penanggulangan HIV/AIDS.

"Masyarakat atau tetangga sih belum tahu, tetapi keluarga saya sudah pada tahu," ucapnya.

Nina mengaku pasrah. Entah sampai kapan ia harus menyembunyikan penyakitnya itu. Tetapi, dengan dukungan penuh dari keluarga dan rasa tanggung jawabnya sebagai orangtua tunggal, ia masih menyimpan harapan untuk menatap masa depan. Harapan itulah yang menjadi satu-satunya kekuatan baginya untuk terus bertahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com