Jakarta, Kompas
Dalam Seminar Media ”Mari Hapus Stigma Negatif Epilepsi”, Kamis (15/12), di Jakarta, Ketua Umum Yayasan Epilepsi Indonesia Irawati Hawari mengatakan, diskriminasi terhadap penyandang epilepsi terjadi karena perusahaan atau sekolah kurang memahami gangguan saraf itu. ”Ada guru dan murid yang dikeluarkan karena epilepsi atau pekerja dipecat,” katanya.
Epilepsi akibat kerusakan struktur otak, seperti bekas
Lyna Soertidewi, pengajar Departemen Ilmu Saraf, Universitas Indonesia, menyatakan, penyandang epilepsi dilarang bekerja pada kondisi yang dapat membahayakan dirinya dan orang lain, seperti sopir, pilot, masinis, dan petugas rel kereta api.
Hardiono D Pusponegoro, pengajar Departemen Ilmu Penyakit Anak, Universitas Indonesia, menjelaskan, epilepsi tidak harus dalam bentuk kejang-kejang hebat. Bisa juga kejang ringan atau seperti bengong. Menurut dia, 60 persen penyebab epilepsi pada anak tak diketahui. Penyebab lain adalah kelainan bawaan otak, sisa infeksi, dan trauma otak.