Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Posyandu Penting Cegah Gizi Buruk

Kompas.com - 24/01/2012, 02:56 WIB

Jakarta, Kompas - Kurang gizi pada anak di bawah umur lima tahun dan ibu hamil sebenarnya dapat dicegah jika mereka rutin memeriksakan diri ke pos pelayanan terpadu. Akan tetapi, sejak era desentralisasi, banyak pos pelayanan terpadu tidak berjalan semestinya akibat rendahnya perhatian pemerintah daerah.

”Banyak anak tidak dibawa ke pos pelayanan terpadu (posyandu) karena orangtua tidak tahu manfaatnya. Mereka yang datang ke posyandu juga tidak mendapat layanan lengkap, anak hanya ditimbang berat badannya, tapi tidak ada pendidikan gizi bagi orangtuanya,” kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Abdul Razak Thaha, yang dihubungi dari Jakarta, Sabtu (21/1).

Riset Kesehatan Dasar menyebutkan, 45,4 persen anak balita ditimbang rutin empat kali atau lebih dalam enam bulan terakhir pada 2007. Jumlah itu naik menjadi 49,4 persen pada 2010. Jumlah anak balita yang sama sekali tidak pernah ditimbang mencapai 25,5 persen (2007) dan 23,8 persen (2010). Semakin bertambah umur anak, semakin jarang mereka ditimbang secara rutin.

Pada 2007, 62,5 persen rumah tangga tidak memanfaatkan posyandu karena merasa tidak butuh dan 10,3 persen lain tidak memanfaatkan karena layanan posyandu tidak lengkap, lokasinya jauh, atau karena tidak ada posyandu di desa/kelurahannya. Mereka yang memanfaatkan posyandu paling banyak berada di perdesaan dan dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.

Posyandu memiliki lima layanan utama, yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi, dan penanggulangan diare. Namun, banyak posyandu tidak menyelenggarakan layanan itu dengan lengkap.

Razak mengatakan, pemerintah daerah mengabaikan banyak program gizi dan posyandu, yang terlihat dari kecilnya anggaran untuk program tersebut. ”Tidak diperhatikannya program gizi dan posyandu karena hasil program ini tidak terlihat dalam waktu singkat, sesuai periode politik,” katanya.

Rendahnya perhatian pemerintah daerah dan tingginya ketidaktahuan masyarakat selama beberapa tahun telah menghasilkan buruknya gizi yang dialami anak-anak Indonesia dan ibu hamil. Hal ini menciptakan lingkaran kurang gizi yang menghasilkan generasi baru dengan kecerdasan dan ketahanan fisik yang rendah.

Tidak bisa memaksa

Dalam temu media, Jumat, Direktur Bina Gizi Masyarakat pada Kementerian Kesehatan Minarto mengatakan, pemerintah saat ini sulit memaksa masyarakat untuk datang ke posyandu seperti yang dilakukan pada zaman Orde Baru. Pemerintah pusat juga tidak bisa memerintahkan pemerintah daerah untuk menggerakkan posyandu.

Hingga tahun 2009, terdapat 266.827 posyandu di seluruh Indonesia. Artinya, setiap desa/kelurahan rata-rata memiliki 3,55 posyandu. Namun, hanya desa- desa di Jawa, Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat yang memiliki rasio posyandu lebih tinggi daripada jumlah rata-rata posyandu per desa/kelurahan secara nasional. Bahkan, di Papua dan Papua Barat tidak semua desa memiliki posyandu.

Untuk menggerakkan posyandu, ujar Minarto, petugas kesehatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dapat memanfaatkan dana bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk puskesmas. Dana itu dapat digunakan untuk operasional posyandu ataupun pelatihan bagi kader-kader posyandu.

Razak menambahkan, untuk menarik masyarakat agar mau datang kembali ke posyandu, posyandu harus direvitalisasi. Posyandu harus dibuat menarik bagi anak-anak dan orangtua, misalnya dengan menambahkan permainan atau cara penyuluhan yang menarik tentang gizi dan kesehatan.

Selain itu, kebijakan kesehatan, gizi, dan pertanian juga harus kembali dikaitkan. Selama ini, kebijakan pertanian hanya berbasis komoditas. Akibatnya, produksi pangan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan pangan masyarakat setempat.

”Makanya, banyak daerah surplus pangan (beras), tetapi di tempat yang sama banyak kasus kurang gizi,” kata Razak.

Ketua Kaukus Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Subagyo Partodihardjo mengingatkan, selain posyandu, penyuluhan dan pemantauan gizi juga penting dilakukan kepada anak-anak sekolah. Para kader pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) perlu diaktifkan kembali untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya memperhatikan gizi keluarga.

(MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com