Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlindungan Kerja bagi Penyandang Epilepsi Mulai Dibahas

Kompas.com - 22/03/2012, 03:59 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah Indonesia didorong memberikan perhatian dan perlindungan kepada penyandang epilepsi. Hingga kini masih ada pekerja yang dipecat gara-gara mengalami bangkitan alias kejang epilepsi di tempat kerja.

Penyebab pemecatan adalah stigma bahwa penyakit akibat kelainan saraf otak itu menular. Bahkan, ada yang mengaitkan epilepsi dengan kesurupan.

Hal itu dikatakan Ketua Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi di Indonesia Anna Marita Gelgel, Rabu (21/3), di Jakarta. ”Pemerintah perlu menerbitkan aturan perlindungan bagi penyandang epilepsi,” ujarnya di sela seminar ”Patuh pada Pengobatan agar Epilepsi Terkontrol” menyongsong World Purple Day (WPD) pada 26 Maret 2012.

WPD adalah gerakan internasional untuk meningkatkan kesadaran terhadap epilepsi. Seminar juga menghadirkan pembicara Irawan Mangunatmadja (dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo) dan Endang Kustiowati (dokter spesialis saraf Rumah Sakit Kariadi, Semarang).

Anna menyatakan, penyandang epilepsi sama seperti orang normal. Hanya ketika terjadi bangkitan, penderita kehilangan kesadaran sesaat. Yang harus diatur adalah penyediaan atau jaminan pekerjaan sesuai dengan kondisi penyandang.

Endang menuturkan, ada guru dikeluarkan dari sekolah karena mengalami bangkitan saat mengajar. ”Alasan sekolah karena takut murid tertular liur guru itu. Padahal, epilepsi tidak menular,” katanya.

Seharusnya tidak perlu ada pemecatan karena kejang epilepsi tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar.

Namun, untuk menyetir kendaraan, penyandang epilepsi harus diseleksi dalam mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Dalam penerbitan SIM, perlu disyaratkan tes kesehatan saraf. Hal itu disebabkan bisa terjadi kecelakaan lalu lintas yang membahayakan penderita atapun orang lain apabila mengalami bangkitan. Dari pembahasan para dokter diusulkan, penyandang epilepsi bisa memperoleh SIM jika bebas bangkitan selama dua tahun.

Disiplin berobat

Epilepsi bisa terjadi kepada siapa saja. Penyebabnya, kelainan pada saraf otak akibat kecelakaan, tumor, atau hal lain. Dengan disiplin minum obat, sebagian besar bangkitan bisa diturunkan, bahkan tidak muncul lagi.

Irawan Mangunatmadja mengatakan, salah satu kunci keberhasilan mengontrol bangkitan adalah penegakan diagnosis sedini mungkin dan obat yang tepat. Kepatuhan pasien mengonsumsi obat secara rutin penting bagi pengobatan.

”Serangan kejang sering berulang akibat ketidakpatuhan minum obat akan menyebabkan jaringan otak yang masih sehat menjadi rusak sehingga menyulitkan terapi epilepsi,” ujarnya.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi pengidap epilepsi di dunia 1-2 persen. Dengan perhitungan itu, ada 2 juta penduduk Indonesia penyandang epilepsi. Irawan mengatakan, RSCM menangani 120 pasien epilepsi baru per tahun. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com