Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BBM Melambung, Stop Pemborosan Biaya Kesehatan

Kompas.com - 30/03/2012, 07:44 WIB

Seringkali hanya dengan penyakit ringan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berlebihan. Misalnya hanya sakit demam dan diare biasa harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap, serum elektrolit, CRP, pemeriksaan serologi rotavirus atau kultur feses. Yang sebenarnya pemeriksaan ini tidak terlalu penting karena tidak didapatkan manifestasi klinis yang berkaitan atau penegakkan diagnosisnya cukup dengan diagnosis klinis. Kasus lainnya pada kasus kejang demam pada anak dilakukan pemeriksaan serum elektrolit, gula darah, EEG atau MRI padahal pada umumnya tidak perlu dilakukan pemeriksaan tersebut. Mungkin saja masih banyak pemeriksaan laboratorium yang tak sesuai indikasi dan pemeriksaan laboratorium dan pengobatan berlebihan dan tidak perlu yang akan menjadikan pemborosan biaya kesehatan.

Potensi terbesar untuk terjadinya biaya tinggi pengobatan adalah tindakan medis operasi. Selayaknya dokter memberikan vonis operasi setelah melakukan evaluasi ilmiah secara cermat dan teliti. Hal ini dilakukan setelah upaya pengobatan atau tindakan medis lain memang tidak memungkinkan. Misalnya rekomendasi operasi sectio caesaria, operasi tonsilitis (amandel), operasi usus buntu, operasi apapun pada kasus yang terminal state atau kasus sangat berat harus cermat sesuai dengan indikasi.

Bila dokter dan masyarakat dapat berpikir rasional dan bertindak ilmiah maka sangat banyak pemboros dan yang bisa dilakukan dan diselamatkan. Bayangkan bila seorang dokter dapat bertindak rasional dan berpola pikir ilmiah maka seorang pasien yang seharus tidak perlu antibiotika dan tidak perlu pemeriksaan laboratorium mahal dapat menghemat biaya ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. Bila ini dilakukan pada jutaan masyarakat maka beberapa triliun yang dapat diselamatkan dari pemborosan biaya kesehatan.

Hak pasien dan kepedulian dokter

Pasien sebagai konsumen aktif jasa kesehatan mempunya hak yang harus diperhatikan oleh dokter atau rumah sakit. Hak utama yang dimiliki pasien adalah harus mengetahui secara jelas dan lengkap rencana pengobatan, jenis serta tujuan pengobatan dan tindakan yang akan diberikan dokter kepada pasiennya. Hak pasien yang penting lainnya adalah pasien dapat meminta ke pada dokter agar dalam penatalaksanaan penyakit yang dideritanya tidak harus dengan biaaya tinggi baik pengobatan dan pemeriksaan laboratorium. Ternyata biaya tinggi pengobatan yang tidak rasional tidak berbanding lurus dengan keberhasilan pengobatan.

Selain itu pasien harus mengetahui terlebih dahulu perkiraan biaya obat-obatan, pemeriksaan laboratorium atau tindakan medis lainnya. Bila biaya tersebut dirasakan memberatkan, sebaiknya pasien mengkomunikasikannnya dengan terbuka dan jujur kepada dokter. Apakah pengobatan, pemeriksaan atau tindakan itu mutlak diperlukan. Apakah tidak ada upaya lain atau sementara bisa ditangguhkan.

Hak penting lain yang dipunyai pasien adalah hak mendapatkan pendapat kedua (second opinion) dari dokter lainnya. Bila pasien harus mendapatkan advis dan rekomendasi pemeriksaan dan pengobatan biaya tinggi tidak ada salahnya melakukan second opinion terhadap dokter lainnya. Untuk menghindari biaya tinggi, pasien tidak usah ragu untuk mendapatkan "second opinion" tersebut.

Memang biaya yang dikeluarkan akan menjadi banyak, tetapi paling tidak bermanfaat untuk mengurangi kemungkinan biaya lebih besar lagi yang akan dialaminya. Misalnya, pasien sudah divonis operasi caesar atau operasi usus buntu tidak ada salahnya melakukan masukan pendapat dokter lain. Dalam melakukan "second opinion" tersebut, sebaiknya dilakukan terhadap dokter yang sama kompetensinya.

Sebagai penyedia jasa, profesionalitas rumah sakit dan profesionalitas dokter sangat menentukan dalam mengurangi biaya tinggi pengobatan. Ilmu dan teknologi kedokteran atau kesehatan berkembang demikian pesat. Hal ini harus diikuti oleh para dokter di Indonesia, baik melalui pendidikan tambahan berkala. Keterbelakangan serta ketinggalan dalam informasi dan pengetahuan seorang dokter akan menimbulkan biaya tinggi yang akan diterima pasien.

Beberapa pakar kedokteran terdahulu berpendapat profesi dokter adalah seni. Jadi tidak perlu heran bila satu dokter dengan dokter yang lain kadang berbeda dalam pola penanganan penderita. Meskipun kapasitas ilmu yang dimiliki hampir sama, tetapi kadang pola pikir, pendekatan diagnosis, logika dan terapan ilmiahnya sedikit berbeda. Tetapi apapun perbedaan tersebut, dokter adalah profesi yang luhur.

Bila bertindak rasional dan berpikir ilmiah sebenarnya masyarakat dan dokter dapat membuat paket hemat dalam penanganan kesehatan tanpa harus mengorbankan kualitas pelayanan kesehatan. Dokter sebagai tenaga profesional yang sangat bersentuhan dengan nilai kemanusiaan, harus memperhatikan nila-nilai luhur profesi. Dalam melakukan pengobatan atau tindakan medis tidak hanya mempertimbangkan sisi medis, tapi harus mengutamakan kepentingan pasien khususnya pertimbangan ekonomi.

Beban ini harus diemban rumah sakit dan dokter dalam pengabdiannya kepada masyarakat khususnya dalam menghadapi beban ekonomi saat ini. Bila pola pikir ilmiah dan cerdas ternyata untuk sehat tidak selalu harus mahal. Biaya tinggi pengobatan tidak harus selalu mencerminkan hasil yang optimal dalam layanan medis. Bila hal ini dilakukan banyak rupiah yang hilang percuma bisa dihindarkan dalam menghadapi BBM yang melambung tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com