Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Pemilu Jadi Kompromi Kepentingan Politik

Kompas.com - 09/04/2012, 22:55 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, yang kini masih belum tuntas dibahas DPR, tampaknya bakal berujung pada kompromi partai-partai politik. Beberapa pasal krusial, kemungkinan diselesaikan lewat barter atau tukar-menukar kepentingan politik.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang, mengungkapkan hal itu dalam diskusi "Sistem Proporsional Tertutup versus Terbuka" di Jakarta, Senin (9/4/2012).

Sebastian Salang menjelaskan, ada tiga isu krusial dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang bakal segera diputuskan, yaitu soal sistem pemilu proporsional, parliamentary threshold (PT), dan jumlah kursi per daerah pemilihan (dapil).

Peta sementara menunjukkan, enam dari sembilan fraksi mendukung sistem proporsional terbuka, yaitu Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPP, Gerindra, dan Hanura. Sementara PDI-P, PKS, dan PKB cenderung pada sistem proporsional tertutup.

Dalam hal PT, hanya Partai Demokrat yang ngotot pada batas 4 persen. Golkar, PDI-P, dan PKS longgar pada angka 3-4 persen. Sementara PKB, PPP, Hanura, Gerindra, dan PAN mendukung 3 persen.

Adapun alokasi kursi terpecah pada angka 3-10 kursi per dapil dan 3-8 kursi per dapil.

"Sangat mungkin terjadi tukar-guling pasal tentang PT dengan sistem Pemilu. Mungkin lima fraksi dukung pilihan PDI-P untuk sistem tertutup, sementara PDI-P dukung PT 3 persen yang merupakan aspirasi partai-partai menengah," katanya.

Jika kemungkinan itu terjadi, lanjut Sebastian, maka UU Pemilu hasil bahasan DPR hanya mengakomodasi kompromi kepentingan partai, untuk kepentingan jangka pendek, dan sistem pemilu akan terus mengalami bongkar-pasang. Sistem pemilu tak didesain untuk menemukan sistem ideal bagi penguatan demokrasi dan perwujudan kedaulatan rakyat.

"Dalam kondisi seperti ini, kita tak akan pernah menemukan penguatan kelembagaan partai politik. Kita juga sulit mendapatkan UU Pemilu yang ideal untuk demokrasi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com