Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjinakkan Kanker Payudara

Kompas.com - 14/08/2012, 09:55 WIB

Oleh Aloysius B Kurniawan

Kanker payudara akibat ekspresi berlebihan human epidermal growth factor receptor-2 alias HER2 cenderung bersifat lebih ganas, cepat menjalar, dan kebal terhadap obat. Kanker jenis ini menjadi ancaman serius di Indonesia karena jumlah kasusnya 35 persen dari semua kasus kanker payudara.

Empat dekade lalu, kasus kanker payudara banyak muncul di negara-negara maju. Belakangan, dari penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didapatkan, sekitar 60 persen kasus kanker payudara terjadi di negara-negara berkembang. Separuh dari jumlah pasien di negara berkembang meninggal dunia. Hal itu karena umumnya pasien datang dalam stadium lanjut.

Prevalensi kasus kanker payudara di negara-negara Kaukasia, seperti Belanda dan Amerika Serikat, mencapai 70-100 kasus dari 100.000 populasi penduduk. Adapun di Indonesia, diperkirakan prevalensi kanker payudara 17-25 kasus dari 100.000 populasi penduduk.

Yang mencengangkan, karakter kanker payudara di Indonesia cenderung lebih ganas dan menyerang pasien berusia 40-50 tahun. Fenomena ini berbeda dengan penderita kanker payudara di negara-negara Kaukasia yang berusia 60-70 tahun.

”Kanker payudara di Indonesia cenderung berkembang secara progresif, lebih ganas, dan sulit diatasi. Kanker payudara jenis ini tidak berkembang lewat proses hormonal seperti di negara-negara Kaukasia, tetapi dari ekspresi berlebihan HER2, yaitu protein yang berperan melakukan pembelahan sel-sel epitel,” kata dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sardjito, Johan Kurnianda, Kamis (2/8), di Yogyakarta.

Penderita kanker payudara dengan status HER2 positif mengalami kelebihan atau overekspresi protein yang potensial menyebabkan kanker. Karena sifatnya lebih ganas dan progresif, sel kanker payudara HER2 positif cenderung kebal terhadap obat-obatan, radioterapi, dan kemoterapi. Para peneliti berusaha keras mencari obat baru untuk menjinakkan kanker jenis ini.

Menurut Johan, meningkatnya jumlah kasus kanker payudara di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, tidak lepas dari pola makan dan gaya hidup masyarakat. Masyarakat di negara-negara berkembang cenderung kurang memperhatikan pola makan. Mereka mengonsumsi daging dan lemak dalam jumlah banyak, kurang berolahraga, serta memiliki kebiasaan merokok.

”Di Indonesia, sekitar 70 persen penduduk laki-laki adalah perokok. Padahal, kebiasaan merokok menjadi salah satu pemicu timbulnya kanker,” katanya menjelaskan.

Terapi baru

Penelitian terhadap kasus kanker payudara HER2 positif berhasil menemukan trastuzumab, antibodi monoklonal yang didesain untuk membidik atau menghambat fungsi HER2. Selain menghambat fungsi HER2, trastuzumab juga mampu merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menghancurkan sel kanker. Obat ini adalah antibodi monoklonal pertama yang digunakan untuk pengobatan kanker payudara.

Terapi pengobatan menggunakan trastuzumab berpotensi memperpanjang harapan hidup pasien kanker payudara HER2 positif. Obat ini merupakan obat khusus anti-HER2 yang cocok untuk pengobatan kanker yang berlangsung dalam jangka panjang.

”Biasanya obat dimasukkan lewat infus masuk melalui pembuluh darah. Namun, dengan trastuzumab, obat bisa dimasukkan lewat suntikan di bawah kulit dan pasien bisa menyuntikkan sendiri obatnya,” ujar Johan.

Metode pengobatan melalui infus memiliki efek kurang nyaman bagi pasien karena pasien perlu berada beberapa jam, bahkan menginap, di RS. Pada kasus tertentu, metode ini berpotensi menimbulkan efek samping gangguan fungsi jantung.

Di sisi lain, pengobatan dengan trastuzumab cenderung lebih nyaman bagi pasien dan aman. Faktor ini penting karena penderita kanker payudara membutuhkan terapi lama, minimal satu tahun.

Tak seperti kemoterapi, terapi kanker payudara dengan trastuzumab tidak memberikan efek samping, seperti rambut rontok, penekanan sumsum tulang, sariawan, dan muntah-muntah.

Penggunaan trastuzumab dengan kombinasi kemoterapi telah diuji secara klinis di 150 sentra kanker di 12 negara dengan melibatkan 469 pasien kanker payudara metastatis. Selain itu, terapi tunggal trastuzumab telah dilakukan di 54 sentra kanker di tujuh negara dengan jumlah pasien 222 orang.

Perpanjang harapan hidup

Dalam fase metastatis, yakni sel kanker telah menjalar, sebagian besar pasien kanker payudara HER2 positif yang tak diberi anti-HER2 meninggal dalam waktu kurang dari satu tahun. Namun, dengan pemberian anti-HER2, mereka bisa hidup sekitar tiga tahun dengan kualitas hidup lebih baik. ”Pada stadium awal, pemberian anti-HER2 bisa memperbaiki kelangsungan hidup pasien hingga 20 persen,” kata Johan.

Pelaksana penelitian safeHER dari RSUP dr Sardjito, dr Kartika Widayati, menambahkan, RSUP dr Sardjito sedang melakukan penelitian terhadap para pasien perempuan atau laki-laki yang menderita kanker payudara HER2 positif. Penelitian ini bertujuan mengamati lebih lanjut kesempurnaan terapi pengobatan kanker payudara dengan pemberian anti-HER2.

”Di RSUP dr Sardjito, setiap tahun rata-rata ada 200 pasien kanker payudara. Dari jumlah tersebut, sekitar 30 persen di antaranya adalah penderita kanker payudara HER2 positif,” kata Kartika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com