Oleh Aloysius B Kurniawan
Kanker payudara akibat ekspresi berlebihan human epidermal growth factor receptor-2 alias HER2 cenderung bersifat lebih ganas, cepat menjalar, dan kebal terhadap obat. Kanker jenis ini menjadi ancaman serius di Indonesia karena jumlah kasusnya 35 persen dari semua kasus kanker payudara.
Empat dekade lalu, kasus kanker payudara banyak muncul di negara-negara maju. Belakangan, dari penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didapatkan, sekitar 60 persen kasus kanker payudara terjadi di negara-negara berkembang. Separuh dari jumlah pasien di negara berkembang meninggal dunia. Hal itu karena umumnya pasien datang dalam stadium lanjut.
Prevalensi kasus kanker payudara di negara-negara Kaukasia, seperti Belanda dan Amerika Serikat, mencapai 70-100 kasus dari 100.000 populasi penduduk. Adapun di Indonesia, diperkirakan prevalensi kanker payudara 17-25 kasus dari 100.000 populasi penduduk.
Yang mencengangkan, karakter kanker payudara di Indonesia cenderung lebih ganas dan menyerang pasien berusia 40-50 tahun. Fenomena ini berbeda dengan penderita kanker payudara di negara-negara Kaukasia yang berusia 60-70 tahun.
”Kanker payudara di Indonesia cenderung berkembang secara progresif, lebih ganas, dan sulit diatasi. Kanker payudara jenis ini tidak berkembang lewat proses hormonal seperti di negara-negara Kaukasia, tetapi dari ekspresi berlebihan HER2, yaitu protein yang berperan melakukan pembelahan sel-sel epitel,” kata dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sardjito, Johan Kurnianda, Kamis (2/8), di Yogyakarta.
Penderita kanker payudara dengan status HER2 positif mengalami kelebihan atau overekspresi protein yang potensial menyebabkan kanker. Karena sifatnya lebih ganas dan progresif, sel kanker payudara HER2 positif cenderung kebal terhadap obat-obatan, radioterapi, dan kemoterapi. Para peneliti berusaha keras mencari obat
Menurut Johan, meningkatnya jumlah kasus kanker payudara di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, tidak
”Di Indonesia, sekitar 70 persen penduduk laki-laki adalah perokok. Padahal, kebiasaan merokok menjadi salah satu pemicu timbulnya kanker,” katanya menjelaskan.
Penelitian terhadap kasus kanker payudara HER2 positif berhasil menemukan
Terapi pengobatan menggunakan
”Biasanya obat dimasukkan lewat infus masuk melalui pembuluh darah. Namun, dengan
Metode pengobatan melalui infus memiliki efek kurang nyaman bagi pasien karena pasien perlu berada beberapa jam, bahkan menginap, di RS. Pada kasus tertentu, metode ini berpotensi menimbulkan efek samping gangguan fungsi jantung.
Di sisi lain, pengobatan dengan
Tak seperti kemoterapi,
Penggunaan
Dalam fase metastatis, yakni sel kanker telah menjalar, sebagian besar pasien kanker payudara HER2 positif yang tak diberi anti-HER2 meninggal dalam waktu kurang dari satu tahun. Namun, dengan pemberian anti-HER2, mereka bisa hidup sekitar tiga tahun dengan kualitas hidup lebih baik. ”Pada stadium awal, pemberian anti-HER2 bisa memperbaiki kelangsungan hidup pasien hingga 20 persen,” kata Johan.
Pelaksana penelitian safeHER dari RSUP dr Sardjito, dr Kartika Widayati, menambahkan, RSUP dr Sardjito sedang melakukan penelitian terhadap
”Di RSUP dr Sardjito, setiap tahun rata-rata ada 200 pasien kanker payudara. Dari jumlah tersebut, sekitar 30 persen di antaranya adalah penderita kanker payudara HER2 positif,” kata Kartika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.