Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendikbud: FR dan AD Berbeda

Kompas.com - 27/09/2012, 05:16 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua pelajar menjadi korba tewas dalam dua peristiwa tawuran berbeda di wilayah Jakarta Selatan dalam tiga hari terakhir. Dua tersangka pelaku dalam kedua kasus tersebut masing-masing FR (21) dan AD alias Jarot (17). Namun, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh melihat perbedaan pada kedua tersangka pelaku.

FR, pelajar SMA Negeri 70 Jakarta yang menjadi tersangka pembacokan Alawy terhitung memiliki jaringan yang kuat. Sedangkan AD, pelajar SMK Kartika Zeni dalam kasus pembacokan Yadut, tergolong kelompok warga sederhana yang terkungkung beban sosial.

"Kalau yang SMA 70 setelah membunuh melarikan diri. Jadi punya jejaring. Sedangkan anak yang tadi (AD), anaknya lugu tapi punya beban sosial yang luar biasa," ulas M. Nuh seusai bertemu AD di Mapolrestro Jakarta Selatan, Rabu (26/9/2012) malam.

AD yang sempat diajak bicara oleh Nuh, diduga memiliki masalah mental akibat beban sosial yang dimiliki dia dan keluarganya. Nuh menyebutkan tidak ada rasa bersalah dan penyesalan dalam diri AD, termasuk saat ia menasihati pelaku untuk mengingat keluarganya.

Sementara itu, FR yang dikabarkan terhitung anak dari kalangan atas, hingga kini masih bisa lolos dari kejaran polisi lantaran memiliki jaringan luas pada berbagai kepentingan.

Menurut Nuh, beragamnya latar belakang persoalan setiap anak tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada pihak sekolah. Guru dan sekolah sudah cukup terbebani dalam menangani para pelajar dengan rupa-rupa problem mental hingga sosial. "Tolong kita, masyarakat, bantu sekolah. Sekolah tidak bisa mendidik di luar kapasitasnya. Saya terus terang juga pernah jadi guru. Kalau mendidik anak seperti itu terus terang berat," ujar Nuh.

Ia meminta persoalan tawuran dilihat dalam sudut pandang yang lebih luas dengan membuka berbagai opsi penyelesaian. Orang tua, lingkungan dalam kehidupan masyarakat sampai aparat keamanan memiliki tanggung jawab sepadan dalam menyesaikan persoalan konflik antarpelajar.

"Termasuk sangsi hukum. Kalau ada anak yg melakukan tindakan kriminalitas harus ditindak tegas. Tetapi kadang-kadang kita kan begini, karena anak-anak terus dituntut harus dilindungi. Kalau hukuman sederhana-sederhana saja akan merembet ke yang lain," urai Nuh.

Karena itu, Mendikbud menyatakan belum memikirkan pemberian sanksi pada pihak sekolah yang terlibat masalah. Dikatakan Nuh, kementeriannya saat ini lebih fokus pada upaya-upaya rekonsiliasi dan pendampingan pelajar dibandingkan menjatuhkan sanksi tertentu pada sekolah.

"Belum ada pembicaraan (tentang sanksi). Kami pada proses rekonsiliasi terlebih dahulu dan kami akan lihat apakah ada yang salah dalam pembinaan dalam sekolah," pungkas M.Nuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com