Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/11/2012, 09:12 WIB

SEMARANG, KOMPAS - Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia mempertanyakan terapi cuci otak atau yang dikenal dengan brain wash atau brain spa untuk penderita stroke. Terapi itu dinilai tidak sesuai dengan panduan manajemen penanganan stroke dan bisa membahayakan penderita.

Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Prof M Hasan Machfoed mengemukakan hal itu pada pembukaan Pertemuan Ilmiah Nasional Stroke di Semarang, Jumat (23/11). Menurut dia, tindakan intervensi stroke, selain dilakukan oleh dokter ahli saraf, juga dapat dilakukan oleh ahli bedah radiologi atau bedah saraf asal sesuai dengan panduan manajemen.

Menurut Hasan, pada terapi cuci otak, terapis memasukkan obat ke pembuluh darah otak penderita stroke. Dalam dunia kedokteran, proses itu disebut trombolisis yang memiliki prosedur batas waktu ketat.

Menurut panduan, trombolisis dapat diberikan hingga delapan jam setelah penderita terkena stroke. Terapi itu dapat menimbulkan masalah jika serangan sudah lebih dari delapan jam, apalagi berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Dokter spesialis saraf dari RS dr Kariadi, Fenny L Yudiarto, menyatakan, obat yang diberikan pada terapi cuci otak adalah recombinant tissue plasminogen activator (RTPA), yang harus diberikan dalam jangka waktu kurang dari delapan jam setelah serangan stroke. Kini, terapi itu diberikan kepada penderita stroke yang sudah lama.

RTPA seharusnya untuk penderita stroke sumbatan. Jika diberikan kepada penderita stroke pendarahan dapat menimbulkan perdarahan lebih parah. (UTI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com