Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditahan KPK, Ratna Dewi Umar Merasa Dikorbankan

Kompas.com - 07/01/2013, 19:05 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan reagen and consumable penanganan virus flu burung Departemen Kesehatan Ratna Dewi Umar merasa dikorbankan oleh atasannya. Hal itu disampaikan Ratna saat akan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (7/1/2013).

"Kalau merasa dikorbankan, iya. Yang lainnya nanti di persidangan, nanti teman-teman media bisa mendengarkan. Ya bisa ditebak sendiri dong oleh siapa, oleh atasan saya lah, masak oleh bawahan saya," kata Ratna di Gedung KPK, Jakarta, seusai diperiksa.

Ratna merupakan mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan. Dia ditahan di Rumah Tahanan Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di basement Gedung KPK, Jakarta. Lebih jauh mengenai atasannya, Ratna tidak berkomentar. Dia hanya berjanji akan mengungkapkan dalam persidangan saat ditanya apakah ada instruksi dari menteri kesehatan terkait proyek flu burung yang diduga dikorupsi oleh Ratna pada 2007 tersebut.

"Yang jelas saya sudah menyampaikan kalau saya sudah dikorbankan," ujarnya.

Saat itu, Siti Fadillah Supari menjabat sebagai Menkes. Kepada media, Ratna juga mengaku siap menjadi justice collaborator, atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar keterlibatan pihak lain yang lebih besar. Tidak banyak bicara lagi, Ratna masuk ke mobil tahanan yang sudah menjemputnya. Dia tampak mengenakan baju tahanan KPK berwarna putih.

Derai air mata pun sempat mewarnai penahanan Ratna. Anak laki-laki Ratna sempat menciumi pipi ibunya dengan mata berair sebelum sang ibu masuk ke mobil tahanan."Kiki enggak boleh nangis, mama tegar kok," kata Ratna kepada anak lelakinya itu.

KPK menetapkan Ratna sebagai tersangka karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenang selaku kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen proyek flu burung 2007. Ratna diduga bertanggung jawab atas penggelembungan harga yang terindikasi dalam proyek pengadaan alat kesehatan yang merugikan negara sebesar Rp 12 miliar tersebut. Ratna pun dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Usai pemeriksaan Kamis 29 Maret 2012 lalu, Ratna menyebut pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus adalah Pusat Litbang Biomedis Farmasi yang pada tahun 2007 yang saat itu dikepalai Endang Rahayu Sedyaningsih (alm). Sebelum wafat, Endang menjabat sebagai Menteri Kesehatan, menggantikan Siti Fadilla Supari.

Meskipun demikian, Ratna mengaku tak tahu peran Endang dalam kasus tersebut. "Saya tidak mengerti kaitannya apa, yang jelas tahun 2007 beliau (Endang) sebagai Kepala Balitbang Biomedis Farmasi ketika pengadaan 2007," kata Ratna usai diperiksa.

Ratna juga mengungkapkan bahwa Endang Rahayu pernah menjadi koordinator penelitian avian flu pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007, Endang diangkat menjadi Kepala Balitbang Biomedik dan Farmasi. ''Yang jelas, itu (pengadaan alkes flu burung) domain Litbang bukan domain Dikyanmedik,'' ujar Ratna saat itu.

Ditahan Setelah Dua Tahun

Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Mei 2010, Ratna baru ditahan KPK hari ini. Menurut Johan, pihaknya lama tidak menahan Ratna karena mempertimbangkan kondisi kesehatan yang bersangkutan. "Memang dia sakit dan sempat dirawat," katanya.

Kemudian, lanjut Johan, dalam waktu dekat berkas pemeriksaan Ratna akan dilimpahkan ke tahap penuntutan. Untuk diketahui, KPK kerap menahan seorang tersangka saat berkas pemeriksaan yang bersangkutan hampir rampung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com