Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/01/2013, 12:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menilai, Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012 tentang Tembakau belum sepenuhnya membela hak dan kepentingan anak. Dalam PP tersebut, misalnya, tak ada aturan yang mengatur larangan merokok di rumah serta larangan menyuruh anak di bawah 18 tahun membeli rokok. Padahal, aturan tersebut penting untuk melindungi kesehatan anak-anak.

Demikian diungkapkan Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, dalam jumpa pers, Selasa (30/1/2013) di Jakarta. Komnas PA mengkritisi PP tentang Pengamanan Bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, yang telah ditandatangani Presiden 24 Desember 2012.

Menurut Komnas PA, masih ada beberapa substansi yang perlu dikritisi dari peraturan ini, khususnya yang berdampak bagi anak. Salah satu di antaranya, tidak adanya penegasan tentang larangan merokok dirumah. Padahal, ini sebenarnya diperlukan karena awal pencegahan itu dari rumah.

"Awalnya pembelajaran segala sesuatu hal itu kan dari rumah, dari orangtua. Banyak kasus baby smoker itu karena anak mencontoh orang tua yang merokok di rumah. Saat itu juga anak melihat dan merasa bahwa merokok itu tidak dilarang dan menyenangkan. Jadi, tidak salah jika anak malah ikut-ikutan. Karena itu, butuh peraturan tegas untuk peringatan pada orang tua agar tidak merokok di rumah," ujar Arist.

Menurut Arist, beberapa substansi lain dari PP No 109 Tahun 2012 yang masih harus dikritisi, antara lain, mengenai penegasan peraturan seperti larangan menyuruh anak di bawah 18 tahun untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi rokok. Kegiatan yang disponsori rokok juga dilarang melibatkan anak di bawah 18 tahun.

"Tingginya akses iklan rokok pada kelompok usia anak-anak dan remaja membentuk persepsi yang salah mengenai rokok dan menjadi pencetus kebiasaan merokok pada anak dan remaja. Karena itu, Komnas PA menekankan pentingnya larangan menyeluruh pada iklan, promosi, dan sponsor rokok," tegas Arist.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com