Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Buruk "Emotional Eating"

Kompas.com - 15/05/2013, 04:20 WIB

Oleh: Irsyal Rusad 
Kompasiana: irsyalrusad

Seorang pria berumur 40 tahun mengeluhkan sakit perut yang diiringi sesak, kembung, bahkan mual dan muntah. Sambil menekan ujung hatinya, sang pria bercerita bahwa ia baru saja melahap beberapa makanan kesukaannya di sebuah pesta. Pria ini berhenti makan setelah perutnya terasa tidak enak dan sesak.

Kasus seperti itu bukanlah yang pertama, untuk tidak menyebutnya biasa terjadi. ”Emotional eating”, suatu kebiasaan makan berlebihan, jumlah besar, hanya karena nafsu, perasaan, dan bukan karena lapar, merupakan perilaku makan yang sedang berkembang saat ini. Menurut para ahli, 75 persen perilaku makan berlebihan disebabkan faktor kalap.

Sesungguhnya, makan bukan sekadar memperoleh energi atau mengisi lambung. Di samping kepuas-an, setiap makanan yang masuk ke dalam perut akan menjadi bagian yang membentuk tubuh Anda, bahkan perasaan hingga pikiran.

Pasti tidak sama akibatnya bila Anda makan makanan siap saji dibandingkan dengan sebuah apel. Apa, berapa, dan bagaimana Anda makan saat ini akan memengaruhi status kesehatan Anda sekarang dan yang akan datang.

Sayangnya, tren yang berkembang adalah gaya hidup makan di luar kontrol diri. Tampaknya, lingkunganlah yang lebih menentukan, kapan akan makan, kapan berhenti makan, hingga apa yang harus dimakan.

Walhasil, kebanyakan penyakit tidak muncul dari kelaparan, tetapi karena makan berlebih hingga kekenyangan. Kalau tradisi itu dibiarkan terus-menerus, beragam penyakit degeneratif (stroke, diabetes mellitus, jantung, hipertensi) sampai kematian siap mengancam tubuh Anda.

Makan atas respons emosional tidak hanya meningkatkan volume makanan yang masuk ke dalam perut, tetapi sekaligus menurunkan kualitasnya. Orang cenderung me-ngonsumsi makanan yang tidak sehat, seperti makanan yang banyak mengandung lemak, karbohidrat olahan, garam, dan gula.

Orang seperti ini juga jauh dari sayuran, buah-buah, atau makanan sehat lainnya. Mereka biasanya lebih memilih ”junk food” atau makanan sampah! [http://kom.ps/AE4ote]

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com