Kompas.com - Sebanyak 90 persen remaja berusia 13 sampai 15 tahun di Indonesia terpapar iklan rokok setiap harinya, terutama dari televisi. Data dari Tobacco Free Initiative (TFI-WHO) menyebutkan, sebanyak 89 persen remaja melihat billboard iklan rokok dalam kurun waktu sebulan terakhir.
Iklan rokok yang menampilkan citra keren akan mempengaruhi keinginan remaja untuk merokok. Hal ini diakui Rizki dari SMAN 30 Jakarta dalam Puncak Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Jakarta (31/5). Remaja laki-laki yang merokok sejak kelas 7 ini mengakui dirinya terpengaruh iklan televisi. “Soalnya yang di televisi itu rokok nggak berbahaya. Iklannya juga bagus, apalagi yang ada unsur Indonesianya,” ujar siswa kelas 10 ini.
Dampak dari iklan rokok juga terlihat dari kecenderungan remaja usia 15 samai 19 untuk merokok yang semakin besar. Menurut data dari Kementrian Kesehatan pada 2010, kecenderungan merokok usia remaja meningkat 3 kali lipat menajdi 43,3 persen. Hasil Riskesdas 2010 juga menunjukkan persentase anak yang mulai merokok pada usia 10 sampai 14 tahun mencapai 17,5 persen.
“Karena itu dampak dari iklan, promosi, dan sponsorship rokok harus kita batasi. Salah satunya dengan permenkes nomor 28 tahun 2013 ini,” ujar Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi dalam acara peringatan hari tanpa tembakau sedunia yang bertema Lindungi Generasi Bangsa dari Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok di Jakarta (31/5/13)
Permenkes tersebut merupakan turunan dari PP momer 109 tahun 2012 yang mengatur Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Aturan ini juga untuk menurunkan peluang adanya 3 juta perokok pemula pada 2013.
Nafsiah mengakui, selama ini peringatan berupa kata-kata yang tercantum pada bungkus rokok kurang efektif. Akibatnya rokok yang menapilkkan citra baik, cerdas, tampil beda, dan petualang menjadi juara. Adanya gambar penyakit akibat merokok bungkus rokok diharapkan bisa memberi dampak lebih tegas pada konsumen produk tembakau ini.
Aturan ini baru diefektifkan tahun depan. Hal ini untuk memberi waktu pada para pengusaha rokok untuk merevisi bungkus, atau menyelesaikan kesepakatan terkait iklan, promosi, dan sponsorship. Nafsiah mengatakan pihaknya beserta sejumlah menteri akan duduk bersama para pengusaha rokok untuk membicarakan aplikasi peraturan tersebut.
Meski begitu, Nafsiah mengakui penerapan aturan ini tidak akan mudah. Sejumlah segmen masyarakat misalnya petani dan pengusaha rokok pasti akan meluncurkan protes. Kendati begitu Nafsiah yakin aturan ini memperoleh dukungan masyarakat.
“Saya tidak mau perang dengan industri rokok. Namun saya yakin hak masyarakat untuk sehat pasti menang. Apalagi bila masyarakat merasakan sendiri ruginya dikeliligi asap dan rokok,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.