Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obat Baru dan Inovatif Menunggu 8 Tahun untuk Masuk Indonesia

Kompas.com - 14/11/2024, 15:00 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Obat-obatan inovatif yang menawarkan pendekatan baru dalam penanganan penyakit menunggu waktu 6-8 tahun untuk bisa diakses di Indonesia. Kondisi ini menjadikan akses terhadap obat baru di Indonesia salah satu yang terendah di Asia Pasifik.

Contoh obat-obatan inovatif antara lain obat biologis, terapi target, terapi sel dan gen, hingga pengobatan berbasis mRNA. Obat-obatan ini telah membawa perubahan besar dalam pengobatan penyakit kanker, gangguan autoimun, atau penyakit genetik langka.

Data dari International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) menyebutkan, saat ini akses Indonesia terhadap obat-obatan baru hanya 9 persen. Selain itu, hanya 2 persen dari 460 obat inovatif yang diluncurkan antara tahun 2012-2021 yang tercakup dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan).

Kondisi ini menyebabkan kualitas kesehatan yang kurang optimal dan berdampak negatif pada produktivitas.

Baca juga: Kemenkes Dekati 3 Kandidat Vaksin TBC dari Negara Berbeda

Selain itu, terbatasnya pilihan obat inovatif membuat banyak pasien yang memilih berobat ke negara lain.

Ketua IPMG, Dr.Ait-Allah Mejri.Dok IPMG Ketua IPMG, Dr.Ait-Allah Mejri.

Ketua Umum IPMG Dr.Ait-Allah Mejri mengungkapkan, terbatasnya akses obat inovatif di Indonesia disebabkan karena beragam faktor, mulai dari aturan yang mewajibkan perusahaan farmasi memiliki pabrik di Indonesia, hingga registrasi ulang di Badan POM setiap 5 tahun yang seringkali membuat obat inovatif tidak lagi terdaftar di daftar obat yang ditanggung oleh program JKN.

Oleh karena itu, IPMG meluncurkan seruan untuk aksi guna mengembangkan strategi nasional yang dapat memperkuat sistem kesehatan dan perluasan akses terhadap obat-obatan inovatif.

Baca juga: Terapi Gen Berhasil Pulihkan Pendengaran Bayi Tunarungu

Seruan dari IPMG itu antara lain mendorong terbentuknya kelompok kerja khusus untuk obat inovatif, mengkaji ulang sistem negosiasi dan pengadaan obat di BPJS Kesehatan, keterlibatan industri dalam proses penilaian teknologi kesehatan (HTA), memperkuat registrasi obat di BPOM, dan juga mendorong pendanaan yang lebih baik untuk kesehatan masyarakat.

"Seruan ini kami luncurkan karena ada urgensi demi kepentingan pasien. Seruan ini kami buat setelah kami mendengarkan banyak pihak yang terlibat dalam bidang kesehatan, mulai dari tenaga medis, ilmuwan, hingga akademisi," kata Mejri dalam acara temu media di Jakarta (13/11/2024).

Anggota dewan IPMG dan penanggung jawab satuan tugas kebijakan industri, Idham Hamzah mengatakan, diluncurkannya seruan ini karena sekarang adalah waktu yang paling tepat.

"Seruan yang kami buat ini juga bukan sesuatu yang sulit diterapkan. Ini adalah misi untuk kemakmuran jangka panjang Indonesia yang hanya dapat diupayakan bersama-sama," ujarnya dalam acara yang sama.

Ketua Cancer Information Support Center (CISC), Aryanthi Baramuli menambahkan, pasien di Indonesia menghadapi keterlambatan yang signifikan dalam mengakses pengobatan baru. Tak sedikit yang mengalami kesulitan keuangan karena harus membayar sendiri obat yang tidak tersedia di BPJS.

"Pasien juga berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau, dan juga perawatan sesuai standar. Kami menyambut baik seruan dari IPMG ini karena ini juga tentang pasien," katanya.

Baca juga: Apa saja Pengobatan Kanker Paru-paru? Berikut Penjelasan Dokter...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau