Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/06/2013, 17:26 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com -
Berdamai dengan kanker memang bukan hal yang mudah. Hal itu pula yang dialami seorang perempuan bernama Dewi Yulita (42).  Ibu dari dua anak ini harus berjuang mengatasi kanker tiroid dan payudara yang sempat menggerogoti tubuhnya. Kanker yang dialami Dewi tidaklah ringan, karena sudah menyebar ke organ paru dan otaknya.

Dewi pertama kali divonis kanker tiroid saat berumur 26 tahun. Ketika dokter mendeteksi  kanker di tubuh Dewi pada 1996, ternyata sudah menyebar sampai kelenjar limfa. Dewi pun menjalani pengobatan dan dinyatakan sembuh.

Tetapi hanya berselang tahun, kanker yang sama kembali menyerang. Namun karena pernah mengalami hal yang sama, kali ini Dewi lebih tenang. Ia juga menjalani pengangkatan kelenjar tiroid. Kehilangan tiroid membuat ia harus rutin mengkonsumsi obat berupa hormon sintetis sepanjang hidupnya.

Kanker rupanya masih belum pergi dari hidup Dewi. Kali ini, giliran payudaranya yang dinyatakan terkena kanker pada 2005. Dewi sempat memilih pengobatan alternatif. Meski mengalami kemajuan, tetapi dirinya tak kunjung mendapat kesembuhan.

"Saya menangis tiap malam karena menahan sakit payudara yang merah, bengkak, dan mengeras," ujarnya.

Di tengah kesakitan yang terus melanda, Dewi memutuskan kembali ke jalur medis dan mendapat penanganan dari ahlinya. Saat periksa, stadium kanker payudara sudah mencapai 3 C. Dewi pun menjalani 3 kali kemoterapi. Bahkan Dewi juga harus menjalani pengangkatan payudara kirinya.

Menginjak tahun ketiga pascaoperasi, hasil pemeriksaan menunjukkan adanya sel kanker yang kembali aktif. Pada 2009, sel kanker aktif ditemukan di paru-parunya.

"Sebetulnya dokter sudah bilang kalau sudah stadium lanjut pasti menyebar. Saya pasrah dan menjalani pengobatan yang disarankan," kata Dewi.

Setelah 6 kali menjalani penyinaran, kanker di paru-paru Dewi dinyatakan bersih. Melewati episode ini, ternyata perjuangan Dewi belum berakhir.  Sekitar 7 bulan usai pengobatan, Dewi merasa kepalanya sangat pusing. Ternyata kanker kembali datang. Kanker menyebar ke bagian otak, tetapi Dewi tetap tegar dan bertekad untuk sembuh.

"Saat itu menjadi puncak kehidupan saya. Saya bersyukur bisa berjuang di kelilingi keluarga dan teman," kata Dewi yang menyelesaikan seluruh pengobatan kankernya pada 2012.

Gejala kanker

Diakui Dewi, ia sempat mengalami beberapa gejala dan masalah kesehatan sebelum akhirnya dinyatakan terkena kanker. "Saat kanker tiroid pada 1996, sebelumnya saya kerap mengalami radang tenggorokan. Saya juga kerap flu dan pilek dalam waktu lama," kata Dewi.

Dewi juga menemukan adanya 'daging' yang tumbuh di daerah leher. Karena tidak sakit Dewi pun mengacuhkan benjolan tersebut. Benjolan dan radang tak kunjung sembuh, ternyata menjadi gejala awal kanker tiroid.

Sejumlah gejala juga biasanya muncul sebagau penanda penyakit kanker payudara. Dikutip laman resmi Rumah Sakit Kanker Dharmais (www.dharmais.co.id) ada 5 gejala kanker payudara. Gejala meliputi benjolan yang tidak nyeri payudara, tarikan perubahan tekstur di kulit payudara, luka yang tidak kunjung sembuh, dan cairan yang keluar dari puting. 

Menurut pakar onkologi dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) , DR. dr. Aru W. Sudoyo, Sp.PD, KHOM, FACP, kanker sebaiknya terdeteksi sejak dini karena bila sudah stadium lanjut akan sulit disembuhkan.

"Pada stadium lanjut, kanker akan menyebar (metastasis). Kalau sudah begini, penyembuhannya lebih sulit karena kanker bisa nempel dimana-mana," kata Aru.

Tetap eksis

Meski harus kehilangan rambut dan mengalami sakit yang tak kunjung reda selama melawan kanker, Dewi tak merasa rendah diri. Sambil tertawa ia mengisahkan, selama di rumah sakit ia selalu sibuk berkenalan dengan semua pegawai. Dewi juga menyempatkan diri mengambil foto sebelum dan setelah menjalani kemoterapi.

Menurut Dewi, kanker tak seharusnya dihadapi dengan sedih.  Sebaliknya, penderita kanker harus menemukan teman yang sama, sehingga bisa berjuang dan saling memotivasi

"Penderita kanker harus eksis dan berteman dengan sebanyak mungkin pasien sejenis. Hal ini baik untuk memompa semangat," ujarnya.

Dewi memilih Cancer Information and Support Centre (CISC) sebagai tempat berbagi dengan pasien lainnya. Di organisasi ini, dapat berbagi pengalaman dengan pasien lain bagaimana berdamai dengan kanker.

Saat ini Dewi adalah konselor, yang bertugas memberi suport kepada penderita kanker yang tengah berjuang. Dewi juga giat mengajak tetangga komplek rumahnya melakukan tindakan preventif pada kanker.

Dewi juga bersyukur dirinya dikelilingi keluarga yang terus mendukungnya. "Terutama suami. Saya sangat bersyukur selama pernikahan, tidak pernah sekalipun dia meninggalkan saya. Bahkan dia juga yang mengingatkan saya untuk kembali ke jalur medis, saat saya memilih alternatif," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau