Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemanfaatan Herbal, Indonesia Bisa Belajar ke China

Kompas.com - 30/07/2013, 15:34 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


Kompas.com — Potensi obat herbal di Indonesia sebenarnya masih terbuka lebar karena belum dimanfaatkan secara optimal. Indonesia bisa belajar dari China yang pengobatan tradisionalnya sudah maju.

China merupakan negara pengguna pengobatan tradisional terbesar di dunia. "Pengunaan herbal di China mencapai 50 persen dari seluruh pengobatan. Umumnya negara di dunia hanya 35 persen saja," kata Direktur Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor, Prof.Latifah K.Darusman.

Kepercayaan masyarakat China pada obat tradisional merupakan salah satu hal yang menyebabkan tingginya penggunaan obat yang berasal dari alam ini.

Menurut ahli herbal dari Universitas Airlangga, Prof Soeprapto Maat, dalam kedokteran modern ini China juga menggunakan pengobatan tradisional. "Bahkan, apotek juga menyediakan obat herbal," katanya.

Kondisi tersebut, menurut Soeprapto, bertolak belakang dengan di Indonesia. Meski alam telah menyediakan aneka rempah dan tanaman obat, pemanfaatannya masih rendah.

"Banyak yang belum bisa menerima herbal sebagai obat, di lain pihak obat-obatan tradisional kita juga harus dibuktikan melalui riset ilmiah tentang khasiat dan keamannya," katanya.

Dia juga menyayangkan mengapa lembaga pendidikan dokter di Indonesia tidak lagi mengajarkan ilmu fitoterapi. Padahal mata kuliah ini mengajarkan pengobatan penyakit dengan tanaman. "Akibatnya dokter saat ini tidak mengenal pengobatan herbal atau jamu," imbuhnya.

Pemanfaatan herbal di Indonesia sebenarnya bisa seperti China jika studi tentang tanaman obat semakin banyak. Bahkan, obat tradisional akan bisa setara dengan obat sintetik.

"Dengan data yang up to date, riset yang berkualitas, dan tata medis yang akurat kita bisa seperti China," kata Soeprapto.

Dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah terus mendorong percepatan proses saintifikasi jamu. Dengan demikian, masyarakat bisa memiliki pengobatan komplementer serta alternatif yang berkhasiat dan aman.

"Diharapkan dengan program saintifikasi ini, masyarakat dan tenaga kesehatan bisa lebih dekat dengan jamu," kata Latifah.

Tahun ini bersama dengan Kemenkes RI diharapkan ada 100 puskesmas yang bisa menerapkan saintifikasi jamu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau