MPASI alami
Secara terpisah, Ketua Ikatan Konselor Menyusui Indonesia, Nia Umar S.Sos, IBCLC menyampaikan pandangan lain. Menurutnya, kebutuhan gizi anak bisa terpenuhi dari makanan alami.
Nia memaparkan terpenuhinya gizi si kecil perlu dilihat dari berbagai pertimbangan, bukan semata pilihan makanannya, alami atau fortifikasi. Variasi makanan, frekuensi pemberian makanan, konsistensi saat memberikan makan sehat pada bayi, higienitas pembuatan makanan juga bahan makanan, serta pemberian makan sesuai usia juga turut menentukan pertumbuhan bayi terkait asupan makanannya.
"Zat gizi seimbang bisa didapatkan dari makanan bayi yang alami, selama bahan makanan baik, lokal, ini akan lebih baik dari makanan pabrikan. Makanan pabrikan tetap ada pengawet walaupun kadarnya dikatakan aman. Makanan bayi fortifikasi juga perlu dilihat apakah kalau diolah zat gizinya akan hilang atau tidak. Belum tentu semua zat gizi terserap. Penyerapan ke tubuh bayi juga berbeda,jadi tidak menjamin kebutuhan gizi terpenuhi darinya," terang Nia saat dihubungi Kompas Health di Jakarta.
Makanan pabrikan, kata Nia, bukan produk steril. Selain tak terlibat dalam proses pembuatannya, risiko kesalahan dalam proses produksi makanan bayi fortifikasi bisa saja terjadi. Bahan makanan di dalamnya juga mungkin saja menimbulkan risiko alergi.
"Semua makanan yang dimakan ada risikonya, namun bisa dicegah dengan menjaga kebersihannya. Makanan pabrikan bukan produk steril. Kita tidak terlibat dalam pembuatannya, dan bisa saja terjadi kesalahan dalam proses produksi. Sementara makanan yang dibuat sendiri, kita bisa memilih bahan makanan dan membuatnya sendiri, sekaligus memastikan kebersihannya," jelasnya.
Menurut Nia, MPASI alami buatan rumahan belakangan juga menjadi pilihan orangtua. Dari kecenderungan ini, ia mengamati anak yang mengonsumsi MPASI alami juga bisa tumbuh dan berkembang baik, tentunya dengan kontrol berkala yang dapat mengukur pertumbuhan perkembangan bayi sesuai usianya.
Nia melanjutkan, memberi makanan bayi yang alami atau fortifikasi, atau mengombinasikan keduanya adalah pilihan. Dan setiap pilihan ada risikonya. Karenanya, dengan mendapatkan informasi yang tepat, Nia optimistis, orangtua akan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.
"Orangtua masih belajar. Kecenderungannya, sejak internet booming belakangan dan orangtua bisa mendapatkan akses informasi dari Facebook, Twitter, banyak orangtua terutama mereka yang berpendidikan tinggi, memilih makanan alami untuk bayi," ujarnya.
Nia menyadari, tidak semua orang bisa mengakses internet. Ketidaktahuan, informasi tidak tepat, kemudian membuat sebagian orangtua tidak melakukan apa yang direkomendasikan.
"Karenanya, orangtua perlu pelan-pelan diedukasi dan dipercaya. Sumber ilmu bisa dari mana saja, yang penting orangtua perlu sadar bahwa mereka punya kemampuan termasuk membuat makanan sendiri untuk anak. Jangan anggap orangtua tidak mampu urus anak, juga jangan berasumsi orangtua hanya mau yang instan," tegasnya.