Laporan yang disampaikan oleh Institut Pengembangan Luar Negeri Inggris tersebut juga mengatakan, jumlah orang dengan obesitas meningkat menjadi lebih dari tiga kali lipat di negara-negara berkembang sejak tahun 1980. Pada tahun 2008, lebih dari 900 juta orang di negara-negara berpenghasilan rendah diklasifikasikan kelebihan berat badan. Jika dibandingkan dengan negara berpenghasilan tinggi yang "hanya" berjumlah 550 juta, angkanya mencapai hampir dua kali lipatnya.
Steve Wiggins, penulis laporan tersebut, mengatakan, dilihat dari statistik, angkanya benar-benar sensasional. Jumlah orang kelebihan berat badan dan obesitas di negara-negara berkembang meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1980.
"Jumlah kelompok tersebut di negara-negara berkembang bahkan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan negara maju. Ini merupakan masalah yang berkembang dengan cepat, dan kini dalam jumlah yang besar," ujarnya.
Para peneliti mengatakan, laju obesitas juga masih meningkat di negara-negara maju, tetapi tidak secepat dengan di negara berkembang. Dua negara dengan laju obesitas yang tinggi adalah China dan Meksiko. Obesitas di China kini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan 1980, begitu pula dengan Meksiko.
Di Afrika Selatan, obesitas meningkat tiga kali lipat dan kini lajunya sudah lebih tinggi daripada Inggris. Amereka Utara, Timur Tengah, dan Amerika Selatan memiliki laju kelebihan berat badan dan obesitas yang hampir sama dengan Eropa.
Sementara itu, di Indonesia sendiri, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan persentase kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak mencapai 2007. Sementara pada Riskesdas 2010 menunjukkan peningkatan untuk kelompok tersebut menjadi 14 persen.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) pada 2006 menyatakan, sebanyak 67 persen warga Jakarta memiliki berat badan yang berisiko (kelebihan berat badan dan obesitas). Penelitian tersebut juga menunjukkan, 95 persen wanita di Jakarta memiliki lingkar perut di atas normal dan hanya 5 persen yang lingkar perutnya masih normal. Sementara pada laki-laki 87 persen mengalami hipertensi.
Wiggins menjelaskan, peningkatan epidemi obesitas berhubungan dengan pendapatan dan urbanisasi, serta peningkatan gaya hidup sedentari (kurang bergerak). Ini artinya, negara yang rakyatnya sedang meningkat pendapatannya cenderung untuk mengalami peningkatan epidemi obesitas.
Obesitas diketahui merupakan faktor risiko dari penyakit-penyakir kronik seperti diabetes, penyakit kardiovakular, termasuk stroke dan penyakit jantung, serta gangguan metabolisme lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.