Titik awal Indar memutuskan menjadi donor air susu ibu (ASI) adalah saat dia membantu seorang sepupunya yang kesulitan memberi ASI untuk anak pertamanya. Dia membantu sang sepupu dengan pasokan ASI yang telah dia simpan dalam botol yang berkapasitas sekitar 150 mililiter. Botol susu itu disimpan dalam mesin pembeku (freezer).
”Limpahan ASI itu merupakan anugerah. Dengan itulah saya memiliki kesempatan untuk menolong bayi-bayi yang membutuhkan,” kata Indar yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada Kementerian Pekerjaan Umum.
Indar memang memprioritaskan donor ASI bagi bayi-bayi yang kurang beruntung, mulai dari bayi lahir prematur, bayi pengidap sakit kuning, bayi piatu, hingga bayi yang ibunya kesulitan memproduksi ASI.
Kesibukan Indar sebagai PNS yang bekerja dari pagi hingga sore membuat dia harus memompa ASI untuk bayinya. Ini adalah pengganti pemberian ASI secara langsung. Indar memompa ASI sekitar lima jam per hari. Dalam sehari, dia bisa menghasilkan hingga 10 botol ASI.
Berlebih
Botol-botol yang setiap hari dia isi ASI itu ternyata amat berlebih bagi kedua anaknya, Akhtar Dimitriy Prayoga (2 tahun 4 bulan) dan Albarra Eshan Prayoga (11 bulan). Hal ini juga menyebabkan penuhnya kapasitas empat wadah pembeku miliknya yang berkapasitas 350-400 botol.
Alhasil, sejak anak keduanya berusia satu bulan, dia juga memberikan simpanan ASI itu kepada teman-teman terdekatnya.
Tak disangka, dari niat baik membantu orang-orang terdekat itu, kemudian diketahui pula oleh orang lain. Melalui jasa kurir ASI yang mengantarkan ASI kepada teman-temannya, pasokan botol ASI yang dia simpan diketahui secara luas. Sejak itu, puluhan orang menghubungi dia untuk menjadi penerima botol-botol ASI tersebut.
Sebagai kriteria, Indar hanya mengharuskan bayi yang meminum ASI tersebut berjenis kelamin laki-laki.
”Sesuai ajaran agama Islam, saudara sepersusuan dilarang menikah. Itulah yang mendasari saya memberlakukan kriteria itu,” kata dia.
Biaya kurir
Selain kriteria tersebut, Indar tidak mensyaratkan apa pun. Dia juga tidak memungut biaya bagi penerima ASI. Sang penerima ASI hanya butuh membayar biaya kurir ASI yang mengambil botol-botol di rumahnya di daerah Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Bahkan, Indar membeli sendiri botol dan wadah pembeku.
Dia menyadari, kondisi bayi yang masih rentan terkadang alergi pada makanan tertentu. Oleh karena itu, dia selalu mengatakan kepada calon penerima ASI bahwa dia tidak melakukan pantangan makanan atau bahan makanan tertentu.
”Saya selalu bilang bahwa saya pemakan segala,” kata istri Andika Eka Prayoga (31) ini.