KOMPAS.com — Sejak divonis menderita kanker payudara pada Desember 2003, Betty Julinar Sitorus (60) merasa dunianya runtuh. Namun, semangatnya untuk membesarkan anak bungsunya, serta dukungan yang putus dari keluarga dan lingkungannya, ia pun berhasil melawan penyakitnya itu. Dengan memanfaatkan herbal, Betty bahkan tak perlu menjalani kemoterapi.
Keputusan memilih untuk tidak menjalani kemoterapi bukanlah perkara mudah. Pasalnya, terapi itu merupakan standar baku pengobatan kanker. Dokter pun bersikeras untuk memberikan kemoterapi pada wanita kelahiran Pemalang Siantar, 11 Juli 1954, tersebut.
Terapi pertama pengobatan kanker yang dijalani wanita yang masih tampak segar dengan rambutnya yang tebal dan hitam ini adalah operasi bedah untuk mengangkat kanker di payudaranya atau tindakan mastektomi. Belakangan, ia pun tahu bahwa bukan hanya kanker payudara yang bersarang di tubuhnya, melainkan sudah menyebar ke paru-paru dan ovariumnya.
Setelah operasi pengangkatan kanker, dokter menyarankan Betty untuk segera menjalani kemoterapi. Awalnya wanita keturunan Batak ini setuju, maka ia pun menjalani serangkaian tes untuk persiapan menjalani kemoterapi.
Bersamaan dengan itu, Betty berpikir untuk mencari pengobatan alternatif yang dapat menjadi "tameng" sebelum ia mendapatkan terapi lebih lanjut. Ia memanfaatkan kunir putih yang menurut penelitian para dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dapat bersifat toksik untuk sel-sel tumor.
Ia meminum kunir putih tersebut sesuai dengan dosis yang disarankan, pada pagi, siang, dan malam. Selanjutnya, ia menjalani tes penanda tumor untuk memantau perkembangan tumor di tubuhnya.
"Sebelum menjalani kemoterapi, saya menjalani serangkaian tes, termasuk sel darah carcino antigen, yaitu penanda tumor yang dapat mendeteksi perkembangan kanker melalui darah," papar penerima tanda penghargaan sebagai "Wanita Pejuang" versi majalah Narwastu pada 2009 ini.
Tak terduga, hasil tes melalui penanda tumor tersebut semakin hari semakin membaik atau sel tumornya terus berkurang. Betty bertanya-tanya, kenapa bisa demikian, padahal ia belum mulai menjalankan kemoterapi.
Setelah berdiskusi dengan dokter yang memberikannya kunir putih tersebut, ia akhirnya memberanikan diri untuk menunda jadwal kemoterapinya dan melanjutkan konsumsi kunir putih dan dibarengi dengan tes penanda tumor.
"Ternyata memang semua hasilnya menunjukkan perbaikan. Saya akhirnya bilang ke dokter untuk membatalkan kemoterapi. Dokter awalnya marah, tetapi saya berusaha menjelaskan kalau saya tidak ingin melanjutkan kemoterapi," cerita ibu tiga anak ini.
Wanita yang masih aktif dalam Yayasan Forum Kajian Antropologi Indonesia ini pun melanjutkan pengobatan berbasis herbal dengan kunir putih. Hingga kini, jumlah sel kanker di dalam tubuhnya telah dinyatakan di bawah batas normal. Ia pun tidak lagi memusingkan untuk menjalani kemoterapi atau tidak.
Kemampuan
Hasil penelitian dari FKUGM menyebutkan, kunir putih mengandung protein aktif yang aktivitasnya mirip ribosom-inactivating proteins (RIPs). Ekstrak mentahnya memiliki kemampuan memotong DNA superkoil menjadi bentuk lingkaran yang terpotong dan linier, memotong ribosom kepang, dan memiliki sifat sitotoksik pada sel limfobalstoid yang berasal dari penderita kanker.
RIPs inilah yang mengakibatkan sel yang tidak normal (pemicu tumbuhnya tumor) tidak berkembang. Dengan kalimat yang lebih sederhana, dapat dikatakan, unsur RIPs pada kunir putih membungkus sel yang tidak normal (sel kanker) sehingga tidak bisa membelah diri atau tumbuh dan membesar.
"Supaya efeknya optimal, konsumsi kunir putih juga harus disertai dengan pola makan yang tepat, istirahat yang cukup, menghindari stres, dan ketenangan jiwa," tegas wanita yang menuliskan pengalamannya dalam buku berjudul Breastless ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.