Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/08/2015, 14:57 WIB
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pola makan tidak sehat memicu risiko pembentukan batu empedu, yang tidak jarang penderitanya generasi muda. Sejauh ini, pembedahan laparoskopi menjadi cara mengatasi gangguan batu empedu.

Itu disampaikan konsultan Gastro Hepatologi Dr dr Rino A Gani pada seminar dokter bertajuk "Endoscopic Update" di Rumah Sakit Premier Bintaro, Tangerang Selatan, Sabtu (29/8). "Kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat jadi salah satu penyebab timbulnya batu empedu," katanya.

Makanan tidak sehat ialah makanan berkadar lemak tinggi, garam, atau bersantan. Batu empedu terbentuk dari kejenuhan konsentrasi asam empedu, pigmen, atau kolesterol yang mengeras di kantong atau saluran empedu. Secara fisik, potensi batu empedu dikaitkan dengan orang dengan berat badan berlebih atau obesitas. Bisa juga pada orang dengan kandungan lemak berlebih di dalam tubuhnya.

Rino mengatakan, mengacu sejumlah kasus, penderita batu empedu sering dialami orang berusia 40 tahun ke atas. Pada usia itu, risiko penimbunan lemak di tubuh lebih besar, ditambah lagi fungsi kantong dan cairan empedu mulai menurun.

Namun, khusus di Indonesia, pembentukan batu empedu juga disebabkan infeksi pada saluran pencernaan, demam tifoid yang tak terselesaikan, dan tipus. "Penyakit inilah yang menyebabkan penderita batu empedu tidak lagi didominasi orang berusia di atas 40 tahun, tetapi menjalar ke usia lebih muda," ucap Rino, yang juga Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia.

Ada sejumlah pendekatan mendeteksi keberadaan batu empedu. Cara paling dasar adalah melakukan pemeriksaan ultrasonografi. Dengan metode itu, 97 persen batu empedu di kantong empedu bisa terlacak.

Namun, jika batu tersebut ada di saluran empedu, harus dilakukan tindakan Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP), yakni teknik menggabungkan endoskopi dan fluorokospi untuk mendiagnosa ataupun terapi sejumlah masalah yang ada di saluran empedu.

Bukan maag

Ahli bedah saluran cerna Errawan Wiradisuria menjelaskan, terbentuknya batu empedu juga bisa diketahui jika penderitanya mengalami sejumlah gejala seperti timbul rasa sakit di perut kanan atas dan punggung.

Persoalannya, itu dianggap sebagai sakit maag biasa. "Saat minum obat maag memang akan sembuh, tapi tak lama akan kambuh," ujar Errawan.

Jika batu empedu sudah menimbulkan gejala-gejala tersebut, dokter akan mengangkat batu empedu. Ada beberapa cara, di antaranya metode pembedahan laparoskopi, yakni pembedahan minimal invasif menyasar langsung sumber masalah.

Dengan metode itu, ahli bedah bisa mengangkat batu empedu dengan melihat gambar dari dalam perut yang dikirim kamera kecil yang dimasukkan. Biasanya, operasi dilanjutkan dengan pengangkatan kantong empedunya.

"Hilangnya kantong empedu tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap kondisi kesehatan," ucap Errawan, yang juga Ketua Perhimpunan Bedah Endo-Laparoskopi Indonesia.

Namun, ia menekankan, saat pengangkatan selesai, harus dilakukan pembersihan secara total. Itu agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.

Dengan bedah minimal invasif, luka sayatan sebesar 1-1,2 cm, jauh lebih kecil dibandingkan dengan pembedahan konvensional yang luka sayatan bisa 30 cm. Jika sumber masalah sulit diatasi dengan laparoskopi, proses pembedahan harus dikembalikan ke metode konvensional. (B12)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau