1. Menyebabkan autisme
Mitos: Anak yang divaksin MMR beresiko autisme.
Ini merupakan mitos yang paling sering disebarkan. Keberadaan mitos ini berkembang dari sebuah studi dalam jurnal medis di The Lancet, Inggris dan dilakukan oleh Dr. Andrew Wakefield yang mengaitkan autisme dengan vaksin.
Penelitian yang dilakukan tahun 1998 itu melibatkan orangtua yang memiliki anak penyandang autisme dan menggarisbawahi bahwa kejadian autisme meningkat, sementara penyakit campak, gondok dan rubela menurun drastis.
Gerakan anti-vaksin terus berkembang setelah Jenny McCarthy dan selebritis lainnya ikut bergabung. Para ilmuwan mengkritik Wakefield, namun orangtua tetap cemas sehingga jumlah anak-anak di Amerika Serikat yang diberikan vaksin MMR yang mencegah campak, gondok, dan rubela, turun drastis.
Fakta:
Beberapa penulis pendamping dalam studi itu menarik kembali nama mereka pada penelitian yang dilakukan 2004 silam setelah mengetahui bahwa mereka telah dibayar oleh sebuah firma hukum yang ditujukan untuk menuntut produsen vaksin. Di tahun yang sama pula, sebuah institusi medis dari Amerika Serikat dan Inggris mengkaji ulang, dan tidak menemukan adanya hubungan antara vaksin dan autisme.
Pada 2010, jurnal medis di Inggris menyimpulkan bahwa temuan Wakefield salah karena mengubah sejarah medis dari semua kasus 12 pasiennya. Penelitian Wakefield ditarik kembali oleh The Lancet di tahun 2010. Ia lantas kehilangan lisensi medisnya.
Seorang ilmuwan dari grup advokasi autisme, Autism Speaks, mendesak agar para orangtua memvaksinasi anak-anak mereka. "Dalam dua dekade terakhir riset telah dilakukan untuk menemukan kaitan antara vaksin pada masa tumbuh kembang anak dan autisme. Hasilnya jelas, vaksin tidak menyebabkan autisme," kata Rob Ring,
2. Mengandung racun
Mitos: Vaksin mengandung merkuri yang meracuni anak-anak serta menyebabkan autis.
Sekitar tahun 1930-an beberapa pembuat vaksin menggunakan zat pengawet yang bernama Thimerosal, yang di dalamnya mengandung sedikit senyawa merkuri, guna mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur.
Fakta: Pada tahun 2010, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menghentikan peredaran vaksin yang mengandung Thimerosal, sehingga anak-anak tidak lagi diberi vaksin yang mengandung bahan tersebut.
Selain itu, kebanyakan vaksin untuk anak berusia kurang dari 6 tahun memang tidak mengandung bahan itu. Walau menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS ada sedikit zat pengawet itu ditemukan dalam vaksin flu bagi anak-anak.
Zat pengawet sudah lama dipakai dalam vaksin dan masih dipakai dalam vaksin untuk orang dewasa. Tapi menurut FDA banyak penelitian dilakukan dan tidak ditemukan kaitan dengan autisme atau efek samping serius.
Mengenai autisme, sejak kandungan Thimerosal dihilangkan dari vaksin anak-anak, prosentase anak yang terdiagnosis autisme tetap meningkat. Tentu saja ini tidak masuk akal jika Thimerosal adalah penyebabnya.