Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/02/2016, 15:11 WIB

Kala itu ilmuwan sedang menguji vaksin pada kera-kera jenis Regus di hutan Zika terkait wabah demam kuning. Penelitian selama satu dekade ketika itu didanai Rockefeller Foundation. Mereka menemukan mikroorganisme baru yang dinamai Zika.

Baik demam kuning, demam berdarah dengue, maupun zika sama-sama disebar melalui gigitan nyamuk yang sama, yakni Aedes aegypti. Ketika Zika mewabah di Amerika dan Karibia, dunia pun cemas. Apalagi belum ada vaksinnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seperti dirilis Reuters, mendesak perusahaan dan ilmuwan segera membuat vaksin Zika. Namun, para ilmuwan mengatakan, butuh waktu lama untuk mendapatkan vaksin yang telah teruji secara klinis.

Penyebaran Zika ke seluruh Amerika dan Karibia, oleh WHO disebut sebagai ledakan. Dalam kurun setahun ini bisa menjangkiti 4 juta orang. Asia pun kini dalam status waspada meski kasus virus Zika belum ditemukan.

Cara tradisional mengatasi penyebaran adalah membersihkan tempat-tempat yang menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti, serangga yang diduga penyebar virus. Tidak boleh ada genangan air di pot bunga, talang air, dan kaleng bekas, serta menguras bak penampung air. Kita mengenalnya dengan istilah 3M, yakni menguras, menutup, dan menguburkannya.

 ----
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Februari 2016, di halaman 9 dengan judul "Dari Hutan Zika ke Benua Amerika".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com