Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/05/2016, 11:10 WIB

Beberapa masalah

Katakanlah kita sepakat dengan hukuman kebiri kimia, tetapi tampaknya tidak sederhana dalam penerapannya. Beberapa masalah berikut perlu dipikirkan dengan baik. Apakah dokter yang melakukan tidak dianggap melanggar etika kedokteran, bahkan malapraktik?

Mengapa? Karena dalam kondisi kadar testosteron normal dan tidak ada indikasi, dokter tidak dibenarkan memberikan anti testosteron. Sebab, hal itu berarti sama saja dengan dokter dilarang memberikan pengobatan atau tindakan tertentu tanpa indikasi yang pasti.

Kalau dokter harus tunduk melaksanakan peraturan atau undang-undang, ya, apa boleh buat. Namun, bagaimana dengan akibat yang mungkin terjadi pada organ lain seperti di atas? Apakah dokter tidak dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) karena merusak fungsi organ tubuh lain?

Padahal, sekali lagi, tujuan utama penerapan hukum ini agar pelaku tidak mau dan tidak mampu lagi melakukan kejahatan seksual.

Hal lain yang perlu kita pikirkan adalah setelah pelaku bebas dari hukuman: mungkinkah dia mendapatkan kembali dorongan seksual dan kemampuan melakukan hubungan seksual? Mungkin saja, dengan cara mendapatkan kembali pengobatan testosteron.

Selain itu, mungkinkah pelaku kemudian mampu melakukan kejahatan seksual lagi kalau dorongan seksualnya hilang atau kurang? Dan, andai kata pelaku tetap kehilangan dorongan seksualnya, tetapi mau melakukan hubungan seksual, mungkinkah?

Dengan pengobatan tertentu, mungkin saja kemampuan seksual didapat walaupun tanpa dorongan seksual. Artinya, ia tetap mampu melakukan kejahatan seksual walaupun tanpa atau hanya sedikit merasakan dorongan seksual.

Semoga uraian singkat ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua dalam mewujudkan keinginan menerapkan hukuman kebiri kimia.

Wimpie Pangkahila, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; Ketua Umum Persandi

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com