Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/06/2016, 21:05 WIB
Ayunda Pininta

Penulis

Sumber Reuters

KOMPAS.com - "Sejak tahun 1990-an, hipotesis terkait pengaruh polusi udara terhadap risiko hipertensi telah diusulkan oleh banyak peneliti," kata penulis senior Tao Liu dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Guangzhou, Cina.

Para peneliti menganalisis 17 penelitian tentang polusi udara dan hipertensi, yang didefinisikan sebagai tekanan darah yang melebihi 140/90 milimeter merkuri (mm Hg). Secara total, studi melibatkan lebih dari 80.000 orang dengan tekanan darah tinggi dan lebih dari 220.000 orang tanpa risiko.

Peneliti menemukan, paparan jangka pendek sulfur dioksida yang timbul dari hasil pembakaran bahan bakar fosil dan partikulat seperti debu dan kotoran di udara, dikaitkan dengan risiko tekanan darah tinggi, sama seperti paparan jangka panjang untuk nitrogen dioksida, yang berasal dari pembangkit listrik dan knalpot kendaraan.

Polusi udara dapat menyebabkan peradangan dan stres oksidatif yang dapat menyebabkan perubahan dalam arteri, para penulis mencatat.

"Ada hubungan linear antara polusi udara dan hipertensi, yang menunjukkan bahwa pada tingkat yang sangat rendah sekalipun, polusi udara sangat mungkin menyebabkan risiko hipertensi," kata Liu.

"Oleh karena itu, setiap orang harus peduli tentang efek dari polusi udara terhadap tekanan darah bahkan jika ada tingkat polusi udara yang sangat rendah di lingkungan, seperti asap knalpot kendaraan pribadi sekitar rumah."

"Walau tidak mungkin untuk menghapus semua polutan udara dari lingkungan, namun kita bisa mengusahakan untuk mengurangi paparan," kata Liu.

Walau begitu, menurut Dr Gaetano Santulli dari Columbia University Medical Center di New York yang bukan bagian dari studi, polusi tak bisa dianggap sebagai penyebab utama hipertensi. Gaya hidup tidak sehat, seperti merokok, minum, konsumsi banyak garam, tak bisa dipisahkan.

Sehingga, berhenti merokok, makan sehat, mengurangi asupan natrium dan gula, mengurangi stres kronis, dan berolahraga secara teratur tetap menjadi pilihan utama dalam membantu mengurangi risiko tekanan darah tinggi, lanjut Santulli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau