Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 15/10/2016, 10:00 WIB
EditorLusia Kus Anna

KOMPAS.com - Pengendalian gula darah adalah kunci untuk menghindari munculnya berbagai komplikasi diabetes melitus. Namun, pengendalian itu sulit dilakukan sebagian besar pasien diabetes di Indonesia.

Menurut hasil studi Diabcare tahun 2012 yang melibatkan 1967 pasien diabetes, baru 32 persen yang berhasil menurunkan kadar gula darah HbA1C sesuai target yang ditentukan, yaitu di bawah 7 persen.

Menurut Prof.dr.Pradana, Sp.KD-KEMD, angka tersebut sebenarnya tidak terlalu buruk dibandingkan dengan pasien diabetes di beberapa negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura.

"Rata-rata angka pencapaian target memang sekitar itu, tapi di negara maju jumlah pasien diabetes yang tidak terdiagnosis hanya sedikit. Sedangkan di Indonesia mayoritas belum terdiagnosis dan belum tersentuh tenaga kesehatan. Akibatnya angka komplikasi juga tinggi," kata Pradana dalam acara diskusi di Jakarta, Jumat (14/10/2016).

Pemeriksaan HbA1C dilakukan untuk mengukur kadar gula darah rata-rata selama 2-3 bulan ke belakang. Nilai ideal yang dianjurkan adalah kurang dari 7 persen.

Semakin tinggi HbA1C, maka semakin tinggi pula risiko munculnya masalah kesehatan lainnya, seperti penyakit jantung, gangguan penglihatan, penyakit ginjal, stroke, dan sebagainya.

Untuk mencapai nilai HbA1C kurang dari 7 persen, maka rata-rata gula darah sewaktu tidak boleh melebih 200, dan gula darah puasa kurang dari 130.

Menurut Pradana, bila nilai HbA1C pasien lebih dari 10 persen, maka yang harus dikontrol lebih dahulu adalah kadar gula darah puasa. "Kadar gula darah puasa yang harus diperbaiki, bisa dengan menggunakan obat atau sudah harus insulin," kata dokter yang banyak melakukan penelitian tentang diabetes ini.

Pemeriksaan HbA1C menjadi salah satu pegangan utama untuk mengetahui apakah penyakit diabetes terkendali atau tidak. Sayangnya, pemeriksaan ini belum diketahui oleh kebanyakan pasien diabetes. Bahkan, menurut Pradana, dari kalangan dokter juga belum banyak yang menyadari pentingnya pemeriksaan tersebut.

"Oleh awam memang belum banyak dikenal karena pemeriksaan ini relatif mahal. Di jalaur pelayanan kesehatan pemerintah juga belum, tapi di swasta sudah. Laboratorium-laboratorium besar sekarang umumnya menyediakan layanan pemeriksaan ini," ujarnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+