Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikiater Indonesia Ungkap Bansos untuk Orang Kecanduan Judi Bukan Solusi

Kompas.com - 26/07/2024, 18:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) menilai bantuan sosial (bansos) untuk keluarga dengan kecanduan judi online (judol) tidak bisa mengatasi masalah yang mendasarinya.

Wakil Ketua Divisi Psikiatri Adiksi Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) DR. Dr. Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ(K) mengatakan bahwa dana bantuan pemerintah bisa menjadi pemicu orang yang kecanduan judi untuk kembali berjudi.

Baca juga: Apakah Kecanduan Judi Termasuk Gangguan Jiwa? Ini Kata Psikiater...

"Kalau dari pattern perilaku yang kami dapatkan dari mereka yang kecanduan judi online, mereka mendapatkan bantuan dari keluarga dan gaji, itu memicu mereka untuk berjudi kembali," kata Kristiana dalam Media Briefing PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia) pada Jumat (26/7/2024).

Psikiater konsultan adiksi dan kepala divisi psikiatri RSCM Jakarta ini menjelaskan bahwa orang yang kecanduan judi memiliki pola pikir yang salah dan irasional.

"Ketika mereka mendapatkan uang, itu menjadi trigger untuk mereka mengaktifkan pikiran yang salah, 'Oh dulu aku pernah taruhan dengan Rp 500 ribu, lalu aku mendapatkan Rp 80 juta. Sekarang, aku pegang Rp 1 juta dan aku taruh ini Rp 1 juta, aku berharap akan mendapatkan Rp 160 juta'," ungkapnya.

Baca juga: Bagaimana Kecanduan Judi Memengaruhi Kesehatan Otak?

"Jadi, yang muncul adalah pikiran salahnya, yang masih dominan pikiran irasionalnya," imbuhnya.

Kristiana mengatakan bahwa orang dengan kecanduan judi memiliki obsesi untuk mendapatkan uang secara instan.

"Seharusnya, dia berpikirnya aku dapat uang Rp 1 juta, aku lunasi dulu pinjol aku. Dia tidak berpikir seperti itu, tapi bagaimana mendapatkan uang lebih banyak secara instan," ucapnya.

Ia menjelaskan, adiksi perilaku seperti kecanduan judi ini tidak mudah hilang dan bisa kambuh ketika mendapatkan "trigger".

"Uang itu menjadi trigger buat mereka berjudi lagi," terangnya.

Menurutnya, pecandu judi terlebih dahulu harus mendapatkan bantuan untuk memperbaiki pola pikir yang salah dan perilaku impulsifnya.

"Bukan dengan diberikan uang. Sebab, perilakunya masih impulsif, belum bisa berpikir dampak buruk, dampak negatif, dampak yang baik, mempertimbangkan baik dan buruk, dan mengambil keputusan yang tepat. Itu belum ada sama sekali. Karena mereka belum diterapi, otaknya masih rusak," jelasnya.

Baca juga: 9 Tanda-tanda Kecanduan Judi yang Harus Diwaspadai

Ia menyarankan cara untuk menyelesaikan masalah pada orang dengan kecanduan judi yang bisa dilakukan pemerintah adalah membuat tatalaksana komperhensif, meliputi memastikan mereka masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk mendapatkan layanan terapi pemulihan jiwa.

"Itu yang dapat dilakukan, dan juga bekerja sama dengan berbagai pihak multidisiplin," ujarnya.

Pemerintah menurutnya bisa mulai mendisiplinkan iklan perjudian yang bisa muncul di berbagai platform dan memblokir situs-situs perjudian.

"Karena saya tidak bisa membuat pasein menjadi tidak bisa mengakses link (perjudian). Itu yang harus dilakukan oleh pemerintah," ungkapnya.

Baca juga: Bagaimana Judi Memengaruhi Otak dan Siapa yang Rentan Kecanduan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau