Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penerimaan ODHA di Masyarakat Bantu Cegah Penyebaran HIV/AIDS

Kompas.com - 01/12/2016, 17:05 WIB

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) punya cara baru untuk mengurangi penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Metode tersebut dinamakan inklusi sosial yang berpusat pada pendekatan ke masyarakat.

Selama ini, tata cara mencegah penyebaran HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan melakukan pendekatan individual pada kelompok berisiko. Kelompok berisiko adalah mereka yang memiliki risiko tinggi terkena HIV/AIDS, misalnya para pekerja seksual.

Metode individual yang menekankan penyuluhan pada kelompok berisiko ini dianggap kurang efektif. Faktanya, setelah lebih dari 20 tahun diterapkan, angka kasus HIV/AIDS terus tumbuh.

“Kami berpikir pasti ada yang salah. Jadi kami mencoba untuk melakukan inklusi sosial, sebuah pendekatan agar masyarakat mau menerima ODHA,” ujar Yudi Supriadi selaku Program Officer Pemberdayaan Masyarakat dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

Metode individual lahir dari kepercayaan bahwa sehat atau sakitnya seseorang ditentukan oleh perilaku hidupnya sendiri. Tapi yang dilupakan oleh metode ini adalah perilaku seseorang amat dipengaruhi oleh lingkungannya.

Lingkungan sosial jadi penentu yang dominan. Karena manusia pasti berinteraksi dengan lingkungannya.

Kelemahan pendekatan individual ini akhirnya disadari oleh PKBI. Memang masalah kesehatan dirasakan oleh si individu yang menderita penyakit, tapi penyebabnya tidak seratus persen berasal dari individu tersebut.

“Sulit mengubah perilaku jika berpatokan pada faktor kesehatan individu. Harus ada faktor lain, yaitu faktor sosial,” kata Yudi kepada Kompas.com di Wisma PKBI Jakarta.

Jadi, jika ingin mengubah perilaku, tak cukup memakai metode individual. Masyarakat sekitar harus diintervensi juga.

Jika masyarakat menerima ODHA, lanjut Yudi, penyebaran HIV/AIDS bisa dicegah. Alasannya, perilaku ODHA akan berubah jadi lebih baik.

Sebagai contoh, Yudi merujuk pada suatu daerah yang tadinya menolak keberadaan waria ODHA. Sebelum diterima masyarakat, perilakunya bisa dibilang kurang sesuai dengan norma sosial setempat.

“Setelah dipertemukan dengan masyarakat sekitar dan disepakati beberapa hal, perilaku waria ODHA tadi berubah. Tadinya, pakai baju saja ngasal, sekarang jadi sopan banget,” kata Yudi.

Kalau sudah demikian, keresahan masyarakat akan berkurang. Waria ODHA tadi juga akan meneruskan perilaku baiknya karena diterima oleh lingkungan sekitar.

Meski sulit membujuk masyarakat untuk menerima ODHA, Yudi mengaku optimis mengenai metode inklusi sosial ini. Sebab beberapa daerah sudah mengakui ODHA sebagai bagian dari masyarakat. Bahkan kepala daerah turut mengapresiasi sumbangsih ODHA dalam masyarakat tersebut.

“Seiring waktu, masyarakat akan melihat kalau ODHA itu sebenarnya bukan orang jahat. Pada akhirnya berbagai stigma tentang ODHA akan pupus,” ujar Yudi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau