JAKARTA, KOMPAS.com — Obat-obatan untuk pasien penyakit langka masih sulit didapatkan di Indonesia. Obat harus diimpor dari luar negeri. Meski demikian, proses untuk mendapatkan obat dari luar negeri, hingga sampai di tangan pasien, tidak mudah.
Dr dr Damayanti R Sjarif, SpA(K), dari bagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, mengatakan, obat dari luar negeri untuk penyakit langka tak bisa cepat didapatkan karena tertahan regulasi di bea cukai.
Padahal, obat tersebut terkadang dibutuhkan mendadak untuk menyelamatkan nyawa anak dengan penyakit langka.
"Pasien sudah gawat, obatnya enggak ada di Indonesia. Pakai sistem normal bisa satu bulan atau pasien pesan sendiri melalui online, seperti Amazon. Namun, begitu masuk ke Indonesia, ditahan di bea cukai, enggak bisa masuk. Banyak sekali persyaratannya, sementara saya harus nunggu dari jam ke jam," kata Damayanti dalam acara peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia di RSCM Kiara, Selasa (28/2/2017).
Damayanti menceritakan, ada pasien yang nyawanya tidak tertolong karena menunggu obat dari luar negeri. Pasien itu adalah bayi Kenes yang tiba-tiba masuk UGD pada usia 5 hari.
Setelah sampel darah dikirim ke luar negeri, Kenes didiagnosis mengidap penyakit langka bernama isovaleric acidemia.
Ia tidak memiliki enzim yang dibutuhkan untuk membantu metabolisme suatu zat dari ASI. Saat itu, kesadaran Kenes sudah menurun, dan keringatnya mengeluarkan bau yang khas.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan Kenes adalah dengan memberikan susu khusus yang belum ada di Indonesia.
"Susu itu enggak bisa diberikan kepada anak normal. Khusus dibuat untuk penyakit tersebut. Jadi, harus resep dokter. Susu itu sifatnya sebagai obat, tetapi di Indonesia, semua susu dianggap makanan," ujar Damayanti.
Damayanti pun segera mengirim surat ke sebuah perusahaan yang memproduksi susu tersebut. Sampai akhirnya, susu tersebut cepat dikirim ke Indonesia.
"Namun, apa yang terjadi? Masalahnya di bea cukai lagi. Saya bilang, 'pasien saya perlu, Pak' . Namun, jadinya harus bikin surat dan nunggu lagi berminggu-minggu. Akhirnya kita kehilangan Kenes," tutur Damayanti.
Bayi Kenes meninggal dunia sebelum mendapatkan susu khusus itu. Ia sempat bertahan selama 20 hari, dan susu itu baru bisa keluar setelah bayi Kenes sudah tiada.
Menurut Damayanti, bayi Kenes meninggalkan pesan mendalam agar semua pihak bisa menyelesaikan masalah untuk pengobatan penyakit langka di Indonesia.
"Saya enggak mau hal ini terulang lagi. Kalau kita lihat peraturan di negara lain, untuk penyakit langka ini dikasih perlakuan khusus. Jadi, pemerintah harusnya membuat jalur khusus karena ini untuk menyelamatkan nyawa. Anak ini berhak hidup, berhak dapat pengobatan yang baik," kata Damayanti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.