Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/03/2017, 14:15 WIB

”Keluarga kesusahan saat itu karena biaya operasi sangat tinggi, sementara penghasilan ayah sebagai sopir tidak seberapa. Sawah warisan nenek terpaksa dijual ditambah ngutang sana-sini,” tutur anak kelima dari delapan bersaudara itu.
Pita suara Zainudin akhirnya diangkat melalui operasi.

Seusai itu, Zainudin depresi. Kehilangan kemampuan bicara saat usia 23 tahun bukan perkara mudah untuk diterima dan dijalani. Kepercayaan dirinya turun drastis. Hampir enam bulan ia mengurung diri di kamar.

Kebiasaan merokok tidak hanya berdampak terhadap kesehatan semata, tetapi juga bisa memiliki pengaruh buruk pada status gizi keluarga, tingkat pendidikan, bahkan tingkat kemiskinan.

Dalam pembukaan Rapat Kerja Kesehatan Nasional, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya gizi keluarga dibandingkan dengan rokok. ”Jangan sampai ada uang dipakai untuk beli rokok dan tidak dipakai untuk menambah gizi anak,” ujarnya.

Namun, yang perlu disadari adalah pesan itu harus didukung kebijakan pengendalian konsumsi rokok yang ketat. Bukan dengan melarang industri memproduksi rokok, melarang petani menanam tembakau, atau melarang orang merokok. melainkan dengan mengendalikan konsumsi rokok. (IKI/DNE/EGI/ADH)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Maret 2017, di halaman 1 dengan judul "Kalau Sakit, Kan, Ada Kartunya...".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau