Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Micin Menggugah Selera Makan sampai Bikin Orang Obesitas?

Kompas.com - 02/01/2020, 06:00 WIB
Mahardini Nur Afifah,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa orang beranggapan, sajian dengan bumbu penyedap monosodium glutamate (MSG) atau jamak disebut micin lebih mengundang selera.

Semangkuk mi ayam pangsit lebih menggiurkan ketimbang sereal gandum utuh.

Ada juga yang lebih memilih semangkuk bakso urat ketimbang sayur bayam. Beberapa orang juga doyan mengudap keripik basreng pedas dan asin daripada alpukat.

Baca juga: 5 Tanda Rematik yang Dirasakan di Pagi Hari, Apa Saja?

Sehingga, muncul pendapat generasi micin cenderung doyan makan.

MSG atau micin merupakan bahan tambahan makanan paling jamak digunakan di dunia.

Orang di Asia jamak menggunakannya sebagai bumbu penyedap.

Sedangkan di Amerika Serikat, MSG ditambahkan dalam makanan olahan dari keripik sampai makanan kalengan.

Baca juga: Mitos atau Fakta, Micin Berbahaya Bagi Kesehatan Manusia?

Menggugah selera

Melansir Psychology Today, ilmuwan di Jepang pada 2015 lalu bereksperimen meningkatkan asupan makanan lansia dengan MSG alami.

Ilmuwan Takashi Sasano dan timnya di Universitas Tohoku Jepang, memberikan teh yang diberi rumput laut untuk mendongkrak nafsu makan lansia setempat.

Rumput laut yang kaya akan MSG alami terbukti dapat merangsang nafsu makan orang yang tidak doyan makan.

Baca juga: Kenapa Badan Lemas dan Mudah Capek? Ini 8 Cara Mengatasinya

Para ilmuwan berpendapat, MSG dapat merangsang sekresi air liur (bikin ngiler). Hal itu yang membuat orang jadi ingin makan.

Lebih gemuk

Melansir Kompas.com (30/05/2011), riset pada 2011 lalu mengungkap makanan ber-MSG kemungkinan berkontribusi pada kenaikan berat badan.

Dari hasil riset, orang obesitas umumnya mengonsumsi makanan yang mengandung banyak MSG atau micin.

Baca juga: Apa Itu Gigitan Tungau Kasur? Simak Ciri-Ciri dan Cara Mengobatinya

"Risikonya memang kecil, tapi implikasinya pada kesehatan masyarakt besar," jelas Ka He, periset sekaligus ahli nutrisi dari Universitas North Carolina, Chapel Hill, kepada Reuters.

Studi lain yang dimuat di American Journal of Clinical Nutrition, Ka He bersama timnya melanjutkan penelitian dengan meriset 10.000 orang di China selama 5,5 tahun.

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Melihat Tempat Peristirahatan Terakhir Paus Fransiskus di Basilika Santa Maria Maggiore
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau