KOMPAS.com – Pendemi Covid-19 membuat orang-orang dianjurkan rajin cuci tangan untuk mencegah infeksi virus corona.
Cuci tangan tersebut bisa dilakukan dengan cairan pembersih tangan berbasis alkohol atau dengan air bersih yang mengalir dan sabun.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laman resminya, who.int, menyatakan mencuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun cukup efektif untuk mencegah Covid-19.
Baca juga: Dokter: Masker Hanya Efektif jika Diiringi Kebiasaan Cuci Tangan
Dalam kasus ini, beberapa dari Anda mungkin menyimpan pertanyaan mengenai lebih baik mana antara mencuci tangan dengan air dingin atau air hangat?
Banyak orang mungkin berpikir bahwa cuci tangan dengan air hangat akan lebih efektif karena paparan suhu panas selama ini dianggap bisa membunuh bakteri maupun virus.
Namun, Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr. dr. Prasetyadi Mawardi, Sp.KK (K), berpendapat lain.
Menurut dia, cuci tangan dengan air dingin maupun air hangat bisa sama-sama ampuh membunuh kuman asal dilakukan dengan air bersih yang mengalir dan sabun.
Selain itu, cuci tangan tak boleh dilaksanakan dengan tergesa-gesa.
dr. Pras juga juga menjadi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta tersebut menjelaskan, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebaiknya dilakukan minimal selama 20 detik.
Durasi itu penting diperhatikan karena sabun membutuhkan waktu untuk mengangkat kuman-kuman di tangan untuk dibuang bersama aliran air.
Selain itu, cuci tangan selama 20 detik juga diperlukan agar sabun bisa mengingat molekul air dan minyak secara bersamaan dengan maksimal.
dr. Pras menambahkan, cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun hendaknya juga dilakukan dengan memerhatikan langkah-langkah yang benar.
Berikut cara mencuci tangan yang direkomendasikan:
Baca juga: Jangan Disepelekan, Ini 5 Manfaat Cuci Tangan Selama 20 Detik
Menurut penelitian yang dikeluarkan oleh Rutgers University, AS, air dingin ternyata sama efektifnya dengan air panas dalam hal membasmi bakteri berbahaya.
Hasil studi yang dilakukan profesor terkemuka dan spesialis ekstensi dalam ilmu pangan, Donald Schaffner, dkk tersebut telah dipublikasikan dalam Journal of Food Protection pada 2017.